Cari Blog Ini

Organisasi konferensi Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

OKI awalnya berdiri karena konflik Israel-Palestina dan menurut DK PBB yang dapat menyelesaikannya adalah OKI yang diberikan peluang untuk melaksanakan intervensi kemanusiaan. Dalam hal ini, OKI berupaya membuat koalisi kemanusiaan internasional yang terdiri atas negara-negara yang memiliki kemampuan militer untuk melakukan interveasi kemanusiaan. Koalisi ini dapat dibentuk berdasarkan kesepakatan untuk menjamin penegakan dan perlindungan HAM terhadap bangsa Palestina atas aksi-aksi sepihak Israel.[1]

Saat ini OKI beranggotakan 57 negara dan 37 peninjau, yang terdiri dari komunitas Muslim dan organisasi Internasional. Anggota-anggota OKI terdiri dari Negara-negara berdaulat, bukannya para pemuka Islam (seperti halnya dengan Rabitah Alam Islami). Salah satu tujuan pendirian OKI adalah “to co-ordinate efforts to safeguard the Holy Places and support the struggle of the Palestine, and to help them to regain their rights and liberate their land” (Pasal II A 5). [2]

Menyadari OKI sebagai organisasi internasional kedua terbesar setelah PBB dan Indonesia sebagai Negara mayoritas Muslim yang telah bergabung sejak KTT III OKI tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai OKI, dalam ruang lingkup OKI kontemporer dan bagaimana yang harus dilakukan OKI untuk masa yang akan datang serta Indonesia sebagai anggota dalam OKI.

Berdasarkan ruang lingkup yang kami pilih maka kami tertarik untuk mengambil judul

“Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam dunia Internasional kontemporer, studi kasus penyelesaian konflik Israel-Palestina”. Pengambilan judul inipun didasarkan tuntunan menjawab considered question dari Bapak Dosen Organisasi dan Administrasi Internasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan ruang lingkup masalah di atas maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Mengapa OKI tidak semahsyur PBB atau ASEAN ?

2. Apa yang dilakukan OKI, apakah aktifitas dan kinerja yang dihasilkannya ?

3. Mengapa OKI tidak mampu menyelesaikan konflik Israel Palestina ?

4. Apa yang harus OKI lakukan sebagai forum sosial dan budaya ?

5. Apa yang perlu dilakukan Indonesia dalam OKI ?

C. Tujuan dan Manfaat

Adapun dtujuan dan manfaat dalam penulisan makalah ini ialah sebagai berikut :

· Mengetahui faktor yang menyebabkan OKI tidak semahsyur PBB dan ASEAN

· Mengetahui apakah apa yang dilakukan OKI, aktifitas dan kinerjanya.

· Mengetahui usaha dan alasan ketidak mampuan OKI menyelesaikan konflik Israel Palestina

· Memberikan saran mengenai tindakan OKI sebagai organisasi yang bergerak pula dalam forum sosial budaya

· Memberikan saran mengenai bargaining position Indonesia dalam OKI

BAB II

SEJARAH BERDIRINYA OKI

Seruan atas solidaritas Islam oleh Raja Faisal dari Saudi Arabia dan mantan Mufti Besar Palestina, Amin al-Husainy menghasilkan suatu pertemuan yang dilangsungkan di Rabat, Maroko, pada September 1969, yang membentuk suatu organisasi permanen yaitu Organisasi Konferensi Islam (OKI). Pertemuan inilah yang menjadi titik awal bagi pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau the Organization of Islamic Conference, maka pada 25 September 1969 ditetapkan sebagai hari berdirinya OKI. OKI ini didirkan juga sebagai reaksi atas pembakaran Masjid Al-Aqsa di Jerusalem yang berada dibawah pendudukan Israel[3]

Saat ini OKI beranggotakan 57 negara dan 37 peninjau, yang terdiri dari komunitas Muslim dan organisasi Internasional. Anggota-anggota OKI terdiri dari Negara-negara berdaulat, bukannya para pemuka Islam (seperti halnya dengan Rabitah Alam Islami). Salah satu tujuan pendirian OKI adalah “to co-ordinate efforts to safeguard the Holy Places and support the struggle of the Palestine, and to help them to regain their rights and liberate their land” (Pasal II A 5). [4] Adapun tujuan OKI,[5] antara lain:

  • Meningkatkan solidaritas Islam diantara Negara-negara anggota
  • Mengonsolidasilkan kerjasama antara Negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, social, budaya, ilmu pengetahuan dan bidang-bidang kegiatan penting lainnya, serta mengadakan konsultasi di antara Negara-negara anggota dalam organisasi-organisasi internasional
  • Berusaha melenyapkan segregasi rasial, diskriminasi dan melenyapkan kolonialisme dalam segala bentuknya
  • Mengambil langkah-langkah yang perlu unutk mendukung perdamaian serta keamanan internasional yang berdasarkan atas keadilan
  • Mengoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci, medukung dan menbantu perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan hak-hak dan membebaskan tanah air mereka
  • Memperteguh perjuangan semua kaum muslimin dengan maksud melindungi kehormatan, kemerdekaan, dan hak-hak nasional mereka
  • Menciptakan keadaan yang memungkinkan guna memajukan kerjasama dan saling pengertian di antara Negara-negara anggota dan Negara-negara lain.

Guna mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka para Negara anggota sepakat untuk berpedoman pada 5 prinsip,[6] yaitu:

  • Persamaan mutlak diantara Negara-negara anggota
  • Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan atas urusan dalam negeri Negara lain
  • Menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah setiap Negara
  • Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul, melalui cara-cara damai, seperti perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi
  • Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap integritas wilayah kesatuan nasional atau kemerdekaan politik suatu negara

Pada umumnya, pengambilan keputusan dalam OKI bersifat consensus. Dalam Deklarasinya disebutkan bahwa OKI akan bekerja sama dengan organisasi Internasional lain, seperti PBB dan menyerukan pada para anggota OKI untuk “affirm their commitments to the United Nations Charter and to the fundamental human rights”, namun sekaligus menyebutkan “to preserve Islamic spiritual, ethical, social and economic values”.[7]

Pada pasal VII, mengenai keanggotaan OKI dinyatakan bahwa OKI terdiri dari Negara-negara yang mengikuti KTT di Rabat, KTM di Jeddah dan Karachi, serta yang menandatangani Piagam ini. “Every Muslim state eligible to join the Islamic Conference on submitting an application expressing its desire and preparedness to adopt this Charter. The application shall be deposited with the General Secretariat, to be brought before the Foreign Ministers Conference at its first meeting after the submission of the application. Membership shall take effect as of the time of approval of the Conference by a two-third majority of the Conference members.[8]

Sejak terbentukya, OKI telah membentuk sejumlah Badan terkait, seperti Islamic Development Bank (IDB) yang berbasis di Jeddah, Arab Saudi. Selain itu ada Islamic Foundation for Science, Technology and Development, the Islamic Solidarity Fund (untuk dakwah Islam), the International Islamic News Agency, the Islamic Educational. Scientific and Cultural Organization (ISESCO), yang berbasis di Rabat, Maroko, yang sejajar dengan Arab League Unesco (ALESCO) yang bebasis di Tunis. Selain itu terdapat Research Centre for Islamic History, Art and Culture, yang berbasis di Istanbul, Turkey.

Saat ini OKI yang beranggotakan 57 negara, masih belum mampu ikut aktif dalam mewujudkan Negara Palestina merdeka. Mengoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci, medukung dan menbantu perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan hak-hak dan membebaskan tanah air mereka, ini merupakan salah satu tujuan dari OKI. Oleh sebab itu, OKI belum begitu diketahui ekisitensinya, tidak seperti ASEAN dan PBB.

Berbagai seruan sudah dikeluarkan setiap berlangsungnya KTT dan KTM OKI, termasuk KTT di Dakar, Senegal, yang berlangsung pada 13-14 Maret 2008. Raja Arab Saudi dan Liga Arab telah mempunyai gagasan, road map, dan beberapa persetujuan lain, yaitu sudah tiba saatnya bagi OKI untuk mengambil langkah konkrit. Pasca Pertemuan Annapolis 2007, ternyata perundingan pihak Palestina dengan Israel tidak mengalami kemajuan yang berarti.[9]

BAB III

KERANGKA KERJA OIC, TUGAS, DAN FUNGSI

1. STRUKTUR ORGANISASI OKI

Badan Kepala
Organ Anak
Lembaga Khusus
Lembaga Afiliasi

· BADAN KEPALA

a. Konferensi Islam Tingkat Tinggi (The Islamic Summit Conference)

KTT Islam adalah badan tertinggi OKI yang dipercayakan mendefinisikan strategi untuk kebijakan dan tindakan OKI. Setiap tiga tahun sekali Konferensi Islam Tingkat Tinggi diselenggarakan.

b. Konferensi Islam Menteri Luar Negeri (The Islamic Conference of Foreign Ministers (ICFM))

ICFM adalah pendahuluan kebijakan OKI, ICFM dilaksanakan sebagai alat melaksanakan kebijakan umum Organisasi dan Resolusi. ICFM digelar setahun sekali atau ada sesi khusus yang disyaratkan oleh ICFM dalam Keadaan tertentu.

c. Sekretariat Jenderal

Sekretariat Jenderal dipercayakan memimpin konferensi sebagai organ eksekutif Organisasi. Pusatnya di Jeddah, Arab Saudi. Sekretariat Jenderal dipilih oleh ICFM untuk jangka waktu empat tahun, dapat diperpanjang satu kali saja.

d. Pengadilan Islam Internasional Keadilan (The International Islamic Court of Justice)

Pembentukan pengadilan ini telah diputuskan pada KTT ke tiga. Dalam hal ini memiliki tujuh anggota. Dipilih oleh Konferensi Islam Menteri Luar Negeri dan memiliki kantor pusat di Kuwait City, Negara Kuwait.

· ORGAN ANAK

a. Pusat Penelitian Statistik, Ekonomi dan Sosial serta Pelatihan untuk Negara-negara Islam (SESRTCIC), Ankara, Turki

b. Pusat Penelitian Islam, Sejarah, Seni dan Budaya (IRCICA), Istanbul, Turki

c. Universitas Islam Teknologi (IUT), Dhaka, Bangladesh

d. Pusat Islam untuk Pengembangan Perdagangan (ICDT), Casablanca, Maroko

e. Akademi Fiqih Islam, Jeddah, Arab Saudi

f. Komisi Internasional untuk Pelestarian Warisan Islam, Istanbul, Turki

g. Universitas Islam Niger

Universitas Islam Uganda

· LEMBAGA KHUSUS

a. Bank Pembangunan Islam (IDB), Jeddah, Arab Saudi

b. Organisasi Islam Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (ISESCO), Rabat, Maroko

c. The International Islamic News Agency (IINA), Jeddah, Arab Saudi

d. Negara-negara Islam Organisasi Penyiaran (ISBO), Jeddah, Arab Saudi

e.

· LEMBAGA AFILIASI

a. Islam Kamar Dagang dan Industri (ICCI), Karachi, Pakistan

b. Komite Islam Bulan Sabit Internasional (ICIC), Benghazi, Libya

c. Organisasi Asosiasi pemilik kapal Islam (OISA), Jeddah, Arab Saudi

d. Asosiasi Internasional Bank Islam, Kairo, Mesir

e. Organisasi Ibukota Islam dan Kota (OICC), Makkah Al-Mukarramah, Arab Saudi

f. Federasi Olah Raga Permainan Solidaritas Islam, Riyadh, Arab Saudi

g. Federasi Dunia Sekolah Internasional Arab-Islam, Jeddah, Arab Saudi [10]

BAB IV

STUDI KASUS :

Penyelesaian konflik Israel Palestina

oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI)

Konflik Israel-Palestina adalah konflik yang berkepanjangan dari eksistensi dua bangsa yang berbeda di tanah palestina. Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa memutuskan untuk membagi wilayah Mandat Britania atas Palestina. Tetapi hal ini ditentang keras oleh negara-negara Timur Tengah lainnya dan juga banyak negeri-negeri Muslim. Kaum Yahudi mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah ini. Sedangkan kota Yerusalem yang dianggap suci, tidak hanya oleh orang Yahudi tetapi juga orang Muslim dan Kristen, akan dijadikan kota internasional[11].

Israel diproklamasikan pada tanggal 14 Mei 1948 dan sehari kemudian langsung diserbu oleh tentara dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya. Peristiwa ini dikenal dengan Perang Enam Hari. Tetapi Israel bisa memenangkan peperangan ini dan malah merebut kurang lebih 70% dari luas total wilayah daerah mandat PBB Britania Raya, Palestina. Perang ini menyebabkan banyak kaum Arab-Palestina mengungsi dari daerah mereka akibat pendudukan Israel. Tetapi di sisi lain tidak kurang pula kaum Yahudi yang diusir dari negara-negara Arab lainnya[12].

Konsekuensi Perang Enam Hari yang terjadi pada tahun 1967 berupa bertambah luasnya wilayah Israel tidak dikehendaki oleh Mesir dan Syria. Permasalahannya dataran tinggi Golan, Sinai, dan Gaza begitu penting bagi Mesir dan Syria,hal ini menambah kebencian negara-negara Arab terhadap eksistensi negara Zionis Israel. Situasi memanas ketika pada tahun 1970, Presiden Mesir Anwar al-Sadat menekan Israel untuk menarik pasukan dari wilayah yang didudukinya. Sejalan dengan tekanannya kepada Israel, Mesir mulai menyiapkan pasukan untuk perang. Sikap Israel dapat diduga dan selalu sama, Israel menolak menarik pasukan. Penolakan Israel didukung oleh Amerika Serikat[13].

Israel yang didukung oleh Amerika Serikat ini begitu percaya diri dan menilai bahwa kekuatan militer negara-negara Arab tidak mampu menandingi kekuatan militer Israel yang didukung Amerika Serikat. Anwar Sadat tidak seperti Gamal Abdul Nasser, Ia tidak yakin dengan perang militer, Ia lebih memilih jalur diplomasi. Kondisi ini berbeda dengan Syria, Presiden Syria, Hafiz Al-Assad tidak mau menandatangani apapun dengan Israel karena itu akan memberikan legitimasi bagi eksistensi Israel.

Konflik Israel-Palestina ini bukanlah sebuah konflik dua sisi yang sederhana, seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya. Di kedua komunitas terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara, dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang mencakup wilayah Israel masa kini, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur[14].

Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai sifat konflik ini pasti akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya membenarkannya sebagai perlawanan yang sah terhadap pendudukan militer oleh bangsa Israel yang tidak sah atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh AS. Banyak yang cenderung memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang diberikan oleh persetujuan Jenewa dan Piagam PBB. Hal ini bisa kita lihat dari sikap Libya[15] yang mendukung Hamas, baik dengan cara memberikan bantuan ekonomi, pemberian senjata untuk melawan pasukan Israel, maupun pengiriman pasukan secara diam-diam ke Palestina. Berbeda halnya dengan Arab Saudi, Mesir, Lebanon, Suriah, Yordania. Negara-negara tersebut yang pada awalnya menaruh dendam dengan eksistensi Yahudi di Palestina dan mendukung perjuangan penuh bangsa Arab-Palestina, ditunjukkan dengan Perang 1948, Perang Enam Hari, dan Perang Yom Kippur, sepertinya sudah kehabisan asa dalam melawan Israel yang di dukung penuh oleh AS. Terlebih lagi dengan makin kuatnya hubungan ekonomi yang terjalin dengan AS.

Namun, banyak pihak yang mempertanyakan kembali peranan negara-negara Arab dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) terhadap nasib Palestina. Negara-negara Arab seharusnya tidak lagi terjebak pada kepentingan nasional masing-masing secara terus menerus jika memang merasa peduli bahwa perang di Gaza juga akan mengancam perdamaian di seluruh kawasan. Sebab selama ini yang menjadikan negara-negara Arab tidak bisa memposisikan diri dan berperan besar dalam mengupayakan perdamaian di kawasan mereka sendiri adalah karena terus-menerus memperjuangkan kepentingan nasional masing-masing tanpa merubah orientasi pembangunan kepentingan bersama di kawasan. Israel yang didukung Amerika Serikat pun tidak akan menggentarkan jika negara-negara Arab bersatu dengan syarat mengakhiri egoisme setiap negara.

Organisasi Konferensi Islam (OKI) sempat mendatangkan harapan ketika negara-negara mayoritas muslim berkumpul dan mengorganisir dirinya dalam sebuah konferensi. Namun perlu untuk diingat kembali bahwa negara-negara anggota OKI pun ketika bersatu didasari pada kepentingan nasional masing-masing. Mereka berharap bahwa dengan bergabung kedalam OKI maka kepentingan nasional masing-masing bisa lebih mudah untuk dicapai, masih jauh dari perspektif yang berorientasi untuk benar-benar menjadi satu kekuatan yang bias berkontribusi lebih besar pada perdamaian dan kesejahteraan dunia secara global. Keislaman dalam organisasi ini masih sebatas simbol untuk mempersatukan negara-negara mayoritas muslim, dan belum dikonversi menjadi sebuah kekuatan bersama dalam mewujudkan dan menjaga perdamaian apalagi kesejahteraan alam semesta.

Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan makalah ini, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konperensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969, dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak azasi manusia. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah salah satu warga Zionis Israel yang mereka klaim menderita penyakit jiwa (gila) membakar bagian dari Masjid suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerjasama antara negara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan Asia dan Afrika[16].

Untuk menjawab pertanyaan kenapa negara Arab, negara-muslim, maupun negara dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam yang tergabung dalam OKI tidak dapat menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina yang telah memakan korban jiwa dan harta, kami menggunakan Perspektif Neoliberal-Istitusionalisme dan teori Efektifitas Rezim. Seyogianya, menurut perspektif Neoliberal Institusionalisme untuk mencegah terjadinya konflik militer dan politik, maka negara-negara harus bekerjasama dan membentuk institusi yang mengatur perilaku masing-masing aktor agar sesuai dengan norma dan hukum internasional. Kerjasama dapat diartikan bahwa hubungan yang terjalin antara beberapa negara bisa memberikan kepercayaan dalam level tertentu. Tidak hanya karena lembaga-lembaga internasional didasarkan atas berbagi pemahaman, tetapi lembaga-lembaga internasional juga menawarkan arena dimana semua negara dapat menyaksikan perilaku negara-negara lain[17]. Jika teori ini diaplikasikan pada sikap OKI terhadap penyelesaian konflik Israel-Palestina, maka sejatinya tidak ada negara-negara yang benar-benar ingin menyelesaikan masalah Israel dan Palestina dengan cara kerjasama. Israel tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan mengenai masalah tersebut. Alasannya cukup sederhana, jika negara-negara Arab khususnya, dan negara-negara Muslim lainnya pada umumnya bekerjasama dengan Israel, itu artinya bahwa mereka mengakui eksistensi Israel di tanah Palestina. Dalam pengertian lain, kemerdekaan bangsa negara Zionis Israel pada 1948 diakui oleh mereka. Inilah yang tidak diinginkan oleh bangsa Arab. Disisi lain, Israel tidak akan bekerjasama dengan negara-negara Arab selama negara-negara Arab tidak mengakui bahwa seluruh wilayah Palestina adalah milik Israel. Selain itu, Otoritas Palestina (PLO) belum diakui secara institusi sebagai perwakilan dari Palestina, disamping karena ketidaksepahaman antara Hamas dan Fattah.

Namun terlepas dari hal tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa ada hubungan bilateral antara negara Arab dan Israel. Mesir sendiri sudah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Keterlibatan Mesir dalam Perjanjian Oslo dan Camp David merupakan bentuk nyata dari hubungan tersebut. Kedutaan besar Israel ada di Mesir dan begitu juga sebaliknya Mesir mempunyai kedutaan besar di Israel[18].

Lebih lanjut, kami menggunakan teori efektivitas rezim seperti yang dikemukakan oleh Arild Underdal[19]. Menurut Underdal, ada tiga komponen sebagai variabel independen yang menentukan efektivitas suatu rezim, yakni tingkat kolaborasi (level of collaboration), kegawatan persoalan (problem malignancy) dan kapasitas permasalahan (problem capacity). Rezim seperti yang di definisikan Keohane dan Nye adalah serangkaian rencana yang di dalamnya terdapat aturan, norma, dan prosedur-prosedur yang mengatur tingkah laku dan mengontrol efek yang ditimbulkan oleh rezim itu sendiri. Rezim internasional sendiri adalah bentuk konseptual bukan merupakan suatu entitas yang konkrit. Rezim internasional dapat bekerja atas intersubjektif dari para aktor. inilah yang membuat OKI seolah tidak bermanfaat dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara Israel-Palestina[20].

Pertama, yang harus diperhatikan bahwa permasalahan tersebut sangat kompleks dan rumit mengingat secara struktur politik internasional, kekuasaan Israel atas Palestina di dukung sepenuhnya oleh AS yang tentu saja tidak mudah untuk disingkirkan begitu saja. Selain itu, negara-negara Arab juga tidak pernah bersepakat mengenai permasalahan yang terjadi. Negara-negara Muslim Seperti Indonesia dan Malaysia pun tidak beda jauh. OKI secara konstitusional tidak pernah dengan serius membahas konflik ini dalam setiap pertemuannya. Sehingga, tidak pernah dihasilkan perjanjian atau resolusi apapun yang menggambarkan sikap OKI terhadap penderitaan bangsa Palestina. Tujuan pendirian OKI yang ingin membentuk solidaritas Islam diantara mereka pada akhirnya akan terbentur dengan kepentingan nasional masing-masing negara.

Kedua, permasalahan yang dibahas dalam Organisasi Konferensi Islam bersifat incongruity, artinya tidak semua anggota OKI merasakan permasalahan tersebut benar-benar sebagai permasalahan mereka. OKI adalah sebuah organisasi yang besar dimana negara-negara anggotanya secara geografis terpencar di seluruh bagian dunia. Gejolak dan ketegangan yang terjadi di Palestina tidak dapat dirasakan secara langsung oleh negara-negara muslim yang jauh dari Palestina seperti Indonesia Malaysia, dan Pakistan. Seperti yang kita ketahui, dukungan masyarakat Indonesia sendiri terhadap nasib rakyat Palestina baru baru menggebu-gebu setelah media melaporkan kejahatan yang dilakukan oleh Israel, baik itu berupa penyerangan wilayah Gaza dan Tepi Barat yang dikuasai oleh Hamas, Negara-negara yang berlokasi jauh dari Palestina tidak akan merasakan imbas apapun atas permasalahan dalam teritori mereka. Selain itu, banyak negara-negara yang memandang bahwa permasalahan yang terjadi di Palestina lebih kepada masalah kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, isu agama yang dijadikan pembelaan atas penderitaan bangsa Palestina tidak bisa dijadikan alasan untuk sepenuhnya menyalahkan Israel.

Ketiga, setiap Resolusi yang dihasilkan oleh OKI, dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari kondisi internal anggota-anggota OKI yang memiliki orientasi politik yang sangat beragam dan saling berkompetisi. Dalam OKI, tergabung negara-negara Islam revolusioner semacam Irak dan Iran hingga negara ultrakonservatif seperti Arab Saudi. Kompetisi antar negara anggota yang menyulut perpecahan dan sengketa juga kerap terjadi, misalnya seperti antara Irak dan Iran serta antara Irak dan Kuwait. Perbedaan-perbedaan orientasi politik dan adanya kompetisi internal inilah yang menjadi sumber penyebab lahirnya resolusi-resolusi yang lemah.

BAB V

ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)

DALAM DUNIA INTERNASIONAL KONTEMPORER

  1. SARAN BAGI OKI

OKI Sebagai organisasi internasional yang awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang seperti sosial dan budaya. Peranan OKI dalam pengembangan sosial – budaya ini OKI telah membentuk banyak Badan-Badan Subsider seperti misalnya yang menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini antara lain adalah: Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada di negara-negara Islam; Akademi Fikih Islam yang bertujuan mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kehidupan "ijtihad" yang berasal dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya.[21]

Sebaiknya OKI sebagai forum sosial dan budaya berdasarkan pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI bulan February 1972, yang mengadopsi piagam organisasi yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap diantaranya memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan kebebasan mendiami daerahnya. Kemudian, membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Di KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC-years Program of Actions meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015. OIC 10-years Program of Actions ini adalah perubahan awal OKI yang tidak hanya memfokuskan masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. OIC 10-years Program of Actions mencakup isu-isu politik dan intelektual, sosial, isu-isu pembangunan, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat.[22] Dari OIC 10-years Program of Actions semua yang harus dilakukan OKI diharapkan dapat berlangsung dan tercapai sesuai pada batas waktunya.

Kemudian adanya KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI menyampaikan dalam pidatonya, diantaranya potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global, pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan, hal ini merupakan salah satu yang harus dilakukan OKI dalam perannya sebagai forum budaya-sosial.

Selain itu, OKI diharapkan dapat meredam Islamphobia, saat ini pandangan Dunia Islam tertuju kepada gerakan Islamphobia dan maraknya aksi penistaan terhadap kesucian agama Islam di Barat.[23] Barat melalui kekuatan medianya mengesankan adanya kesamaan antara Islam dengan terorisme. Padahal, Islam menolak terorisme dan bahkan mengajarkan prinsip kasih sayang antara manusia. eran media yang sedemikian kuat dalam memburukkan wajah Islam ini yang disinggung dalam sidang para Menteri OKI. Para menteri LN OKI telah menyelesaikan sidangnya di Dushanbe Tajikistan dan telah menyusun sebuah deklarasi yang semestinya. Namun tidak seperti yang diharapkan dari OKI, yang diinginkan yaitu tindakan nyata dan implementasi isi deklarasi itu untuk membantu mengatasi problematika beragam umat Islam.[24] OKI yang termasuk organisasi internasional sebaiknya tidak bersikap pasif dan sangat diharapkan muncul sebagai pemain yang berperan besar dalam hubungan global sebagai tindakan yang harus dilakukan oleh OKI demi dunia Islam.

OKI juga sebagai organisasi pembela agama Islam harus terus mendukung perlawanan rakyat Palestina untuk merebut hak mereka dan mempertahankan kemuliaan umat Islam dan bangsa Arab.

OKI mempunyai badan subsider yang termasuk dalam Bidang Sosial Budaya terdiri dari:[25]

1. Dana Solidaritas Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi)

2. Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).

3. Dana Ilmu, teknologi dan Pembangunan berpusat di Jeddah (Arab Saudi).

4. Komisi Bulan Sabit Islam berpusat di Bengasi (Libya)

5. Komisi Warisan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).

6. Kantor Berita Islam Internasional berpusat di Jeddah (Arab Saudi).

Dalam pengembangan sosial – budaya, OKI telah membentuk banyak Badan-Badan Subsider seperti misalnya yang menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini antara lain adalah: Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan hasil- hasil budaya Islam yang ada di negara-negara Islam; Akademi Fikih Islam yang bertujuan mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kehidupan "ijtihad" yang berasal dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya; dan lain-lain.[26]

Dari pengembangan sosial tersebut, harus terus mengembanngkannya dengan lebih baik lagi. Sehingga semua usaha pengembangan tersebut ini dapat difungsikan dengan baik.

Adanya OKI awalnya karena konflik Israel-Palestina dan menurut DK PBB yang dapat menyelesaikannya adalah OKI dan diberikan peluang untuk melaksanakan intervensi kemanusiaan. Dalm hal ini, OKI berupaya membuat koalisi (ad hoc) kemanusiaan internasional yang terdiri atas negara-negara yang memiliki kemampuan militer untuk melakukan interveasi kemanusiaan. Koalisi ini dapat dibentuk berdasarkan kesepakatan untuk menjamin penegakan dan perlindungan HAM terhadap bangsa Palestina atas aksi-aksi sepihak Israel.[27]

Pihak OKI sendiri merasa resah terhadap tindakan Israel, Akmaluddin Ihsanaglo sebagai Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI), memperingatkan bahaya yang mengancam masjidil Al-Aqsha, serangan kelompok yahudi ekstrim, blokade Israel, aksi penggalian di bawah masjid tersebut, melarang jamaah shalat ke sana, dan aktivitas Israel lainnya yang bertujuan mengubah simbol-simbol budaya Islam dan Arab di kota Al-Quds. Disamping juga memperingatkan bahaya upaya Israel mengubah demografi dengan mengosongkan Palestina dari warga aslinya.[28]

Terkait rekontruksi Jalur Gaza, Aglo menegaskan, OKI memberikan bantuan sebesar 100 juta dolar dalam sidang yang digelar di kota Syarm Syeikh Maret 2009 disamping menggelar konferensi internasional OKI di Istanbul Turki. Dalam konferensi ini, OKI membuat 450 proyek pembangunan dan pemukiman serta pendidikan di Jalur Gaza yang menelan dana sebesar setengah milyar dolar. OKI juga membuka biro koordinasi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza di kota Aresy Mesir.[29]

Diketahui bahwa 57 anggota negara OKI diantaranya terdapat negara yang kekayaannya luas, seperti Arab Saudi, Kuwait,dan Uni emirat Arab. Direktur Bank Pembangunan, ahm mohamme ali menyatakan,KTT OKI 2008 Diharapkan dapat memenuhi target pengumpulan dana $10 miliar. Dana ini disebut dengan “Kotak Keadilan dan Persamaan Islam“ tujuannya untuk memberantas kemiskinan di dunia Islam dan diprioritaskan untuk membantu negara-negara Afrika. Dana ini juga untuk membangun sektor kesehatan dan pendidikan di Afrika. [30]

Sebagai saran, OKI harus terus mnjaga dan melindungi rakyat Palestina yang tidak berdaya. OKI juga harus lebih kuat dan tegas lagi untuk menyatakan bahwa masalah Palestina adalah isu yang paling penting dan mendesak bagi Dunia Islam. Sebenarnya OKI tidak memiliki kekuatan riil atau kekuatan militer yang cukup untuk menindak Israel. Namun yang ada adalah tidak adanya kemauan untuk menggunakan kekuatan itu dalam menindsk Israel. Yang dapat dilakukan hanya kecaman dan kutukan, tidak lebih.

  1. SARAN BAGI INDONESIA
  1. Sejarah Indonesia di OKI

Pada KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak tahun 1969.

Beberapa alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain :

a. Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan nasional Indonesia.

b. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam meskipun secara konstitusional tidak merupakan negara Islam.

c. Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia.

d. Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat diterapkan dalam organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari kepentingan nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan.

Keanggotaan Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan Indonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri maupun di dalam negeri. Indonesia menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI. Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya.[31]

  1. Peran Indonesia dalam OKI

Sebagai peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam rangka meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia di segala bidang.[32]

Dalam kesempatan menghadiri KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan dukungannya terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action, sepakat bahwa konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah, sepakat bahwa Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible, sepakat bahwa Islam adalah agama perdamaian dan toleran, dan sepakat bahwa pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan.

Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, dilakukan penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya.

Kemudian, pada Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerjasama yang menjadi perhatian bersama seperti politik; komunitas muslim di negara bukan anggota OKI; kemanusiaan (humanitarian affairs); hukum; masalah-masalah umum dan keorganisasian; informasi; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; da’wah; sosial budaya; dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut Menlu RI menyampaikan pidato antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI, khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan HAM termasuk hak-hak wanita, sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI (TYPOA) dan Piagam Baru OKI, disamping isu Palestina, kerjasama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta,sebagai Ketua PCSP-OIC[33], melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996.

Lebih lanjut, dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamirkan Negara Palestina pada tanggal 15 Nopember 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota “Committee on Al Quds (Yerusalem)” yang dibentuk pada tahun 1975.[34]

Dalam perananannya di OKI, Indonesia seharusnya lebih mampu melakukan tindakan nyata dalam menunjukan dukungannya atau sikapnya dalam menanggapi suatu hal. Seperti dalam setiap agresi militer Israel ke Palestina, Indonesia seharusnya lebih mampu menunujukkan dukunganya terhadap Palestina. Bukan hanya sekedar mengecam, tetapi melakukan lebih dari itu, misalnya melakukan pendekatan secara persuasif dengan AS sebagai Negara adidaya pendukung terbesar Israel agar menghentikan agresi militer.

Indonesia seharusnya mampu lebih kritis dalam menyikapi berbagai persetujuan atau kesepakatan yang diambil bersama dalam OKI. Bukan hanya sekedar ‘sepakat’, tetapi mengetahui lebih dalam kekurangan serta langkah-langkah yang dituju. Agar tidak terkesan OKI adalah NATO (Not Action, Talk Only). Karena selama ini tindakan OKI dalam menyikapi suatu permasalahan, khususnya di Palestina, lebih didominasi dengan tindakan responsive, yang hanya mengecam.

BAB VI

KESIMPULAN

1. Mengapa OKI tidak semahsyur PBB atau ASEAN ?

Saat ini OKI yang beranggotakan 57 negara, masih belum mampu ikut aktif dalam mewujudkan Negara Palestina merdeka yang merupakan latar belakang OKI. OKI juga dinilai lambat karena baru pada KTT di Dakar, Senegal 13-14 Maret 2008 OKI melalui Raja Arab Saudi dan Liga Arab mempunyai gagasan, road map, dan beberapa persetujuan lain, bahwa sudah tiba saatnya bagi OKI untuk mengambil langkah konkrit.

2. Apa yg dilakukan OKI, apakah aktifitas dan kinerja yang dihasilkannya ?

3. Mengapa OKI tidak mampu menyelesaikan konflik Israel Palestina ?

Konflik Israel Palestina adalah :

· Pertama, permasalahan yang sangat kompleks dan rumit mengingat secara struktur politik internasional, kekuasaan Israel atas Palestina di dukung sepenuhnya oleh AS yang tentu saja tidak mudah untuk disingkirkan begitu saja.

· Kedua, permasalahan yang dibahas dalam Organisasi Konferensi Islam bersifat incongruity, artinya tidak semua anggota OKI merasakan permasalahan tersebut benar-benar sebagai permasalahan mereka

· Ketiga, setiap Resolusi yang dihasilkan oleh OKI, dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari kondisi internal anggota-anggota OKI yang memiliki orientasi politik yang sangat beragam dan saling berkompetisi

4. Apa yang harus OKI lakukan sebagai forum sosial dan budaya ?

Saat ini OKI memfokuskan pada proyek social budaya Islam, proyek yang dilakukan antara lain dengan peningkatan mutu badan subsider OKI yang telah ada, diantaranya badan-badan ini antara lain adalah : Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah menyangkut pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada di negara-negara Islam, Akademi Fikih Islam yang bertujuan mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kehidupan "ijtihad" yang berasal dari tradisi Islam, Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya dan lain-lain.

OKI juga mesti meningkatnya pendanaan tidak hanya dalam konflik Israel Palestina namun pada pengembangan negara-negara anggota mengingat anggota OKI terdiri atas negara-negara yang terdiri dari Negara Kaya dan Negara tertinggal.

5. Apa yang perlu dilakukan Indonesia dalam OKI ?

Dalam perananannya di OKI, Indonesia seharusnya lebih mampu melakukan tindakan nyata dalam menunjukan dukungannya atau sikapnya dalam menanggapi suatu hal. Indonesia seharusnya mampu lebih kritis dalam menyikapi berbagai persetujuan atau kesepakatan yang diambil bersama dalam OKI. Bukan hanya sekedar ‘sepakat’, tetapi mengetahui lebih dalam kekurangan serta langkah-langkah yang dituju.



[1] Http://bataviase.co.id/node/235041

[2] Dr. Abdul Hadi Adnan. “Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika”. 2007: 259-260.

[3] John Hunwick. “Sub-Saharan Africa amd the Wider World of Islam”. Hal. 45, pembakaran itu dilakukan oleh turis gila dari Australia.

[4] Dr. Abdul Hadi Adnan. “Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika”. 2007: 259-260.

[5] DRS. Aiyub Mohsin. “Diktat Organisasi dan Administrasi Internasional’. 2009: 60-61.

[6] Ibid hal. 61

[7] Lihat Chapter pendirian OKI.

[8] Abdullah al-Ahsan, OIC, The Organization of the Islamic Conference (An Introduction to an Islamic Political Institution), The International Institute of Islamic Thought, Herndon, Virginia, USA. 1988: 133

[9] Dr. Abdul Hadi Adnan. ‘’Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika”. 2007: 264

[11] Dikutip dari Trias Kuncahyono, JALUR GAZA, TANAH TERJANJI, INTIFADAH, DAN PEMBERSIHAN ETNIS, hal;12.

[12] Ibid, hal; 20.

[13] Ibid, hal; 23.

[14] Dikutip dari Ilan Pappe, PEMBERSIHAN ETNIS PALESTINA, hal; 12.

[15] Dikutip dari Added Dawisha, ISLAMIC AND FOREIGN POLICY, hal; 54.

[17] Dikutip dari Trevor C Salmon Mark Imber, ISSUES IN INTERNATIONAL RELATIONS 2ND EDITIONS, hal;122.

[18] Dikutip dari http://www.eramuslim.com/berita/dunia/pimpinan-mossad-lakukan-pertemuan-rahasia-di-arab-saudi.htm yang diakses pada 13 Desember 2010 pukul 20.10 Wib.

[19] Dikutip dari http://obit.staff.umm.ac.id/efektivitas-oki/ yang diakses pada 13 Desember 2010 pukul 23.00 Wib.

[20] AA Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, PENGANTAR ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL, hal:28-29.

[21] ditjenkpi.depdag.go.id/website.../OKI_-_buku20060109121722.doc di akses tgl 6 Desember 2010. Pkl. 02.30 WIB

[22]ibid.

[23] Ibid

[24] http://indonesian.irib.ir/index.php/ki-dan-problematika-dunia-islam:perspektif di akses tgl 6 Desember Pkl 02.45 WIB

[25] http://indonesian.irib.ir/

[26] ibid

[27] Http://bataviase.co.id/node/235041

[29]ttp://www.ditjenkpi.depdag.go.id/2010/ketua-oki-penjahat-perang-israel-harus-diadili/

[30] Hadi adnan, Abdul. 2008. Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. CV.Angkasa. Bandung.

[31] http://www.scribd.com diakses tanggal 5 Desember 2010

[32] http://www.ditjenkpi.depdag.go.id diakses tanggal 5 Desember 2010

[33] Indonesia merupakan ketua Organization Islamic Conference Peace Committee for the Southern Philippines (PCSP-OIC) yang bertugas memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agreement / Perjanjian Damai 1996.

[34]http://www.deplu.go.id diakses tanggal 5 Desember 2010

0 komentar:

Posting Komentar