Membangun Parlemen Online Efektif.
Dalam The Speed of Thought: Using a Digital Nervous System, eksekutif papan atas teknologi informasi Amerika, Bill Gates menulis, “Internet kini menjadi Pusat Kota untuk daerah-daerah global di masa depan”. Pernyataan Bill Gates ini semakin terbukti, dewasa ini dunia internet menjadi pusat kota untuk hampir segala bidang kegiatan kehidupan yang efektif, efisien dan ekonomis.
Salah satu bukti berkembangnya dunia internet dalam pergerakan politik ialah berdirinya parlemen online. Ketika parlemen resmi tidak dipilih menyalurkan aspirasi, pada era reformasi kelompok masyarakat kelas menengah progresif (mahasiswa) lebih memilih turun ke jalan menggelar parlemen jalanan. Kini dukungan kelas menengah mulai memanfaatkan dunia internet hingga tercipta gerakan parlemen online.
Hal inilah yang memuncak pada dukungan unik kepada dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Dua tokoh KPK itu tak hanya mendapat dukungan dari aksi-aksi masyarakat di dunia nyata lewat parlemen jalanan, tetapi juga dukungan dengan jejaring sosial Facebook dan situs web sosial lain lewat parlemen online yang mencapai jumlah lebih dari satu juta masyarakat.
Mengenai efektifitas parlemen online ialah hal yang menarik untuk dicermati. Fenomena yang tak terhindarkan ini harus digiring pada arus positif demi perbaikan demokratisasi Indonesia di masa yang akan datang, bukan sebaliknya. Nampaknya ada tiga aspek untuk membangun parlemen online efektif.
Pertama, alasan terciptanya parlemen online mesti disebabkan akses informasi yang cukup di dunia internet, yang membuat masyarakat dapat memutuskan berpikir mengikuti atau mengabaikan yang remeh atau fenomenal, juga untuk meluruskan atau bertindak lain serta bukan ikut-ikutan.
Kedua, meskipun para pemakai internet rata-rata masyarakat menengah ke atas perkotaan seperti pelajar, mahasiswa, dan pemuda terdidik lainnya yang relatif bersih dari kontaminasi berbagai kepentingan dengan suara sangat jernih, seperti yang bisa dicermati dalam tema-tema diskusi yang muncul, namun keterbatasan akses kaum pinggiran dan pedesaan dalam hal ini sangat disayangkan.
Dan ketiga, yang paling penting ialah mesti disadari Parlemen Online masih belum mencatat sukses dalam sejarah. Sangat ironis ketika orang sudah puas berkoar-koar di dunia maya, maka ada indikasi parlemen jalanan sebagai bentuk perlawanan yang aneh. Demonstrasi dikatakan ketinggalan zaman. Padahal parlemen jalanan ialah jalan pamungkas yang mujarab menjatuhkan banyak rezim.
Bagaimana pun, parlemen online ibarat komunikasi tulisan, meski bernilai efisien dan ekonomis namun tetap perlu penegasan, seperti Francis bacon (1561 - 1626) menulis, “umumnya, kesepakatan akan lebih baik diraih lewat komunikasi lisan dari pada tulisan saja“, kutipan tersebut masih relevan seiring roda zaman yang berputar, yakni mengingatkan perlu adanya “turun gunung” dari dunia internet ke dunia nyata demi penegasan.
Akhirnya, mari bersama menggiring Parlemen Online sebagai hasil kesadaran membaca cerdas perkara dan situasi ini untuk tidak puas berteriak di alam virtual saja, tapi berkelanjutan lebih dan lebih. Semoga fenomena parlemen online membawa arus positif demi perbaikan demokratisasi Indonesia di masa yang akan datang.
seputar indonesia, selasa 17 november 2009
0 komentar:
Posting Komentar