Cari Blog Ini

globalisasi dan terorisme

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Hubungan antara globalisasi dan terorisme cukup penting untuk dibahas dalam studi HI karena berkaitan dengan keamanan negara bahkan keamanan global. Misalnya, perkembangan teknologi yang semakin maju dan juga perdagangan bebas menjadi salah satu fenomena yang terjadi dalam masyarakat global karena semakin mengaburkan batas-batas wilayah teritorial. Artinya, dengan adanya era globalisasi menjadikan teknologi dan perdagangan bebas sebagai jembatan antara proses terjadinya terorisme. Bagaimanapun juga, globalisasi menjelaskan juga mengenai hubungan antara budaya, ekonomi dan juga agama. Hal ini akan berdampak besar terhadap perkembangan terorisme karena globalisasi menyebabkan implikasi terhadap terbukanya perbatasan negara yang dijadikan sebagai akses bagi berkembangnya terorisme.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut, penulis akan menjelaskan pengertian dari globalisasi dan terorisme. Globalisasi adalah sebuah sistem dunia yang semakin menegaskan wujudnya pasca Perang Dingin. Menurut Bantarto Bandoro, globalisasi digambarkan sebagai keseluruhan proses dimana masyarakat di dunia bergabung dengan sebuah masyarakat dunia tunggal yaitu global society. Sedangkan, Robert Keohane dan Joseph Nye menggambarkan globalisme sebagai situasi dunia yang melibatkan jaringan-jaringan interdependensi. Dalam hal ini, mereka menjelaskan bahwa saling ketergantungan ini adalah di bidang militer,ekonomi, budaya, masyarakat dan lingkungan.
Sementara itu, John Baylis dan Steve Smith menyebutkan bahwa “ terrorism is a weapon of the weak conducted by a minority of individuals who promote an extrimist ideology. Terrorism is charaterized by the use violence includes hostage taking, hijacking, bombing and other indiscriminate attacks, ususally targeting civilians.” Terorisme dilatar belakangi oleh ketidaksetujuan seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu proses politik yang terjadi sehingga, terorisme yang berkembang saat ini juga menganggap musuh suatu negara merupakan individu atau sekelompok orang. Pada umumnya, terrorisme ditujukan untuk mendapatkan legitimasi.
Dari uraian diatas, menjelaskan bagaimana hubungan antara globalisasi dan terorisme terjadi. Khususnya dari adanya globalisasi yang merupakan puncak global setelah terjadinya perang dingin, dimana dunia mulai tertata pada basis perdagangan bebas dan pengembangan teknologi yang semakin mengaburkan batas – batas antar wilayah negara sehingga terorisme bisa berkembang dengan baik.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan tentang proses terjadinya globalisasi sehingga terorisme pun berkembang dengan studi kasus 9/11 yang terjadi di WTC (World Trade Center), di New York, Amerika Serikat. Adapun alasan penulis memilih studi kasus kejadian 9/11 adalah karena kejadian ini menjadi perhatian dunia dan dikaitkan sebagai tindakan terorisme yang dilatar belakangi oleh faktor ideologi. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan studi kasus dalam bab berikutnya.
I.2. Ruang Lingkup
Makalah ini hanya membahas sekilas mengenai globalisasi dan terorisme dan keterkaitannya satu sama lain. Hubungan antara globalisasi dan terorisme membawa pada studi kasus peristiwa 9/11 di New York, Amerika Serikat. Meskipun tidak dijelaskan secara detail kronologis peristiwa tersebut tetapi kami lebih menekankan hubungan antara globalisasi dengan terorisme pada teori hubungan internasional seperti neo-realisme dan liberalisme.

BAB II
KERANGKA TEORITIS
Globallisasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dunia internasional secara keseluruhan, baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan bidang lainnya tanpa terkecuali terhadap terorisme di dunia nasional maupun internasional. Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, globalisasi dapat dilihat dari berbagai perspektif yang memungkinkan kita untuk dapat lebih memahami globalisasi dan pengaruhnya secara mendalam. Dalam hal ini penulis menggunakan beberapa pendekatan teori hi seperti realism, globalisme dan liberalism untuk memahami globalisasi dan pengaruhnya terhadap dunia internasional, terutama pengaruhnya terhadap terorisme.
Dalam kacamata globalisme atau teori globalisasi, globalisasi dipandang sebagai sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. Meski demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut, seperti telah dijelaskan pada latar belakang makalah ini. Hal ini menunjukan bahwasanya globalisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda jika dilihat dari dampak atau pengaruhnya terhadap suatu bidang. Karena sebagai suatu proses perubahan secara luas dan menyeluruh, globalisasi tentu memiliki dampak positif maupun negative.1
Di sisi lain, realisme memandang globalisasi sebagai suatu keadaan bentukan dari oknum atau aktor negara tertentu yang tentunya ada peranan kepentingan nasional negara tersebut untuk diwujudkan. Realisme memandang globalisasi sebagai salah satu cara untuk memperluas kekuasaan sebuah negara, realisme berpendapat bahwa Negara-negara tertentu menggunakan globalisasi sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai yang dianutnya guna dipahami dan diterapkan oleh Negara lain2.
Untuk lebih memahami pandangan tersebut, kita harus mengingat kembali asumsi-asumsi dasar realis seperti manusia pada dasarnya egois, kepentingan nasional adalah yang utama, system internasional yang anarki, adanya balance of power, survival, self help dan lain sebagainya, memiliki kaitan yang erat terhadap munculnya globalisasi dan pengaruhnya terhadap dunia internasional. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah peristiwa 11 September 2001 yang telah mengubah sejarah dunia. Sejak saat itu isu keamanan nasional dan internasional menjadi isu utama sehingga Negara kembali menjadi actor sentral (unitary actor) yang mengorganisasikan perlawan terhadap terorisme. Dapat dikatakan bahwa Terorisme muncul akibat ketidak puasan terhadap pemerintahan dan juga tidak terlepas dari proses globalisasi yang membuat pihak-pihak yang merasa dirugikan tersebut menyerang pihak yang mereka anggap bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan asumsi realis, bahwasanya perang merupakan suatu yang wajar, apalagi jika hal tersebut berkaitan dengan kepentingan nasional yang harus dipenuhi.3
Selain kedua pendekatan diatas, penulis juga mencoba menganalisa globalisasi dari sudut pandang liberalisme. Menurut para liberalis, interdependensi merupakan konsep utama untuk menggambarkan hubungan internasional dalam era globalisasi ini. Bagi Liberalisme, realisme terlalu berfokus terhadap masalah konflik dalam hubungan antar Negara. Sebagai reaksi dari pemikiran realis itu, Robert Keohane dan Josep Nye memperkenalkan konsep tandingan yaitu complex interdependensi. Ada 3 ciri dari complex interdependensi, antara lain :
1. Negara bukan unitary actor, ada banyak aktor selain Negara seperti internasional NGOs, organisasi internasional, perusahaan multinasional yang berperan dalam politik global.
2. Selain isu keamanan dan militer, ada pula isu-isu lain yang tidak kalah penting seperti isu ekonomi dan isu lingkungan yang harus menjadi perhatian.
3. Kekuatan militer tidak selalu relevan sebagai instrument politik global. Misalnya, dalam mengatasi konflik dalam bidang perdagangan dan investasi.4
Asumsi-asumsi tersebut mengandung makna bahwa era globalisasi tidak hanya berdampak pada keamanan (terorisme) semata, melainkan juga merambah pada isu-isu lain dalam dunia internasional yang tidak kalah penting seperti isu ekonomi dan lingkungan. Contohnya, dalam bidang ekonomi, isu pasar global atau pasar bebas telah lama mengemuka dalam tataran ekonomi internasional, selain itu dalam masalah lingkungan, isu global warming pun cukup mengalihkan perhatian dunia.

BAB III
PEMBAHASAN
II.1. Sekilas Mengenai Globalisasi
II. 1. 1. Pengertian Globalisasi
Dalam mendefinisikannya, globalisasi sering diartikan sebagai perluasan dan percepatan yang menghubungkan antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Sehingga hubungan pertumbuhan kerjasama antar negara dalam segala bidang, mulai dari ekonomi hingga budaya semakin cepat. Globalisasi juga dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan adanya peningkatan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.
Dalam hal ini ada tiga perspektif yang berbeda dalam memahami globalisasi, yaitu :
• Pertama, aliran Hiperglobalis, globalisasi dapat menghilangkan konsep kedaulatan bangsa, Karena perspektif ini melihat globalisasi sebagai suatu kekuatan global yang dapat melemahkan kemampuan suatu Negara dalam mengontrol ekonomi maupun masyarakatnya.
• Kedua, aliran Skeptis menolak ide globalisasi karena menurutnya, negara tetap merupakan sumber kekuatan-kekuatan prinsipil yang membentuk tatanan dunia.
• Ketiga, Transformasionalis yang menganggap hiperglobalis dan skeptis sama-sama terlalu melebih-lebihkan pendapat mereka sehingga terdapat kesalahpahaman mengenai konsep tatanan dunia (world order). Dalam pandangan transformasionalis, perbedaan antara dalam negeri dengan Internasional tidak berlaku lagi, karena keadaan dalam negeri pada saat sekarang ini cenderung mengacu kepada arus globalisasi.
Globalisasi merupakan sebuah konsep yang sangat elastis dan dapat dirumuskan dari berbagai sudut pandang . Misalnya, jika globalisasi dilihat dari sudut ekonomi, maka globalisasi bisa dipahami sebagai era pasar bebas atau liberalisme ekonomi, peningkatan yang tajam dalam perdagangan internasional, investasi, arus kapitalis, dan meningkatnya peran institusi-institusi multilateral seperti IMF dan Bank Dunia. Jika dilihat dari sudut sosial maka globalisasi ditandai dengan peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa, terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional.
Bertitik tolak dari pengertian di atas, Thomas Friedman mengatakan bahwa globalisasi adalah dunia datar, seperti diungkapkan dalam bukunya The World is Flat, dia mengatakan bahwa globalisasi terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
1. Globalisasi 1.0
Pertama berlangsung sejak 1492, ketika Columbus berlayar, membuka perdagangan antara Dunia Lama dan Dunia Baru, Hingga tahun 1800. Proses ini menyusutkan dunia dari ukuran besar menjadi sedang. Globalisasi 1.0 terkait dengan negara dan otot. Pada masa ini, negara maupun pemerintah yang biasanya dipicu oleh agama dan imprealisme dengan menjalin dunia menjadi satu, hingga terjadi penyatuan global.
2. Globalisasi 2.0
Masa ini menyusutkan dunia dari ukuran sedang ke ukuran kecil. Dalam globalisasi 2.0, pelaku utama perubahan atau kekuatan yang mendorong proses penyatuan global adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan ini dipelopori oleh Revolusi Industri serta ekspansi perusahaan-perusahaan yang bermodal gabungan dari Belanda dan Inggris. Pada masa ini, proses penyatuan global dimotori oleh ‘jatuhnya’ biaya pengangkutan berkat mesin uap dan kereta api, kemudian ‘jatuhnya’ biaya telekomunikasi berkat penyebaran telegraf, telepon, PC, satelit, serta optik, World Wide Web versi awal. Globalisasi masa ini adalah terobosan di bidang perangkat keras, berawal dari kapal uap dan kereta api, hingga kemudian telepon dan komputer induk.
3. Globalisasi 3.0
Berlangsung sekitar tahun 2000 sampai sekarang. Globalisasi 3.0. in menyusutkan dunia dari ukuran kecil menjadi sangat kecil. sekaligus mendatarkan lapangan permainan. Globalisasi ini merupakan fenomena yang memungkinkan, memberdayakan, dan melibatkan individu serta kelompok kecil untuk menjadi global dengan flat-world-platform.
II.1.2. Pengaruh adanya Globalisasi
Pengaruh positif globalisasi antara lain:
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat berupa peningkatan rasa nasionalisme.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin serta ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi antara lain:
1. Globalisasi mampu meyakinkan bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Mitsubishi, Mazda dll.) membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
6. Munculnya paham-paham radikal seperti salah satunya ialah Terorisme.
II.2. Hubungan Globalisasi dengan Terorisme
II.2.1. Pengertian Mengenai Terorisme
Istilah "terorisme" mulai digunakan pada akhir abad ke-18, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Banyak sarjana Hubungan Internasional yang telah memberikan definisi mengenai terorisme. James lee Ray mendefinisikan terorisme sebagai suatu istilah yang tinggi dalam politik, terorisme merujuk pada politik kekerasan.
Selain itu, terorisme juga berarti ‘’politically motivated violence directed against non-combatants and designed to instill fear in a target audience’’. Dalam definisi ini, yang dimaksud dengan motivasi politik adalah resistensi terhadap sistem kekuasaan domestik atau internasional serta dominasi politik dan ekonomi yang tidak dapat diterima, dan karena itu ada tuntutan untuk melakukan perubahan secara radikal dan menyeluruh.
Sama halnya dengan definisi diatas, Kegley dan Witkopf beranggapan bahwa terorisme sebagai ‘’premeditated politically motivated violence perpetrated against noncombatant targets by subnational groups or clandestine agents, usually intended to influence and audience”. Definisi ini selain menekankan aspek resistensi terhadap kekuasaan atau dominasi yang represif juga menyatakan bahwa aksi terorisme adalah kegiatan yang terencana dengan matang dan beroperasi secara rahasia di dalam suatu negara yang berdaulat.
Dari beberapa pengertian terorisme di atas, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa terorisme merupakan sekelompok orang dengan ideologi radikal yang memiliki tujuan yaitu menginginkan adanya perubahan secara menyeluruh baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Kegiatan terorisme ini merupakan kegiatan yang terencana dengan matang dan dilakukan dengan kekerasan.
II.2.2. Hubungan Terorisme dengan Globalisasi
Hubungan terorisme dengan globalisasi merupakan fenomena yang sulit untuk digambarkan. Hubungan kedua fenomena ini mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap budaya, ekonomi, dan agama. Dalam hal ini, adanya perkembangan teknologi memungkinkan terjadinya globalisasi terorisme. Terorisme merupakan suatu ancaman yang serius, dan permasalahan regional yang berubah menjadi permasalahan global. Pada awalnya hal tersebut hanya didasarkan pada masalah identitas seperti yang dikatakan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, dia mengatakan bahwa:
Tahun-tahun setelah terjadinya Perang Dingin merupakan saksi bagi dimulainya perubahan-perubahan identitas-identitas dan simbol-simbol secara dramatis. Politik global mulai melakukan rekonfigurasi di sepanjang lintas batas kultural. Pada awal masa orang-orang akan mempertanyakan hal yang paling mendasar bagi manusia, siapa kita, identitas kita itu apa. Hal tersebut menunjukan bahwa kebudayaan dan identitas budaya sangat berarti bagi sebagian besar orang. Barang siapa yang mengingkari semua itu, berarti mengingkari nenek moyang, warisan, kebudayaan dan bahkan kelahiran mereka sendiri. Karena orang mencari identitas dan menemukan kembali entitas, permusuhan pun menjadi bagian tak terpisahkan dan permusuhan yang paling berbahaya adalah benturan yang terjadi antara peradaban-peradaban besar dunia
Hal tersebut menjadi semakin nyata ketika memasuki globalisasi 3.0 dimana dengan tingginya perkembangan teknologi dan melesatnya perkembangan serta derasnya arus informasi memudahkan kita menjadi terintegrasi secara global. Peristiwa yang terjadi di negara lain bisa diketahui di negara lainnya hanya dalam hitungan detik. Dalam permasalahan ini individu atau sekelompok komunitas menjadi aktor dalam hubungan internasional. Permasalahan terorisme ini berubah ke tingkat global dikarenakan terorisme merupakan suatu kegiatan yang awalnya hanya sebagai masalah domestik berubah menjadi global, ketika terorisme bertindak melewati batas negara dan menyentuh hal yang esensi bagi manusia yaitu keselamatan. Dalam menindaklanjutinya tidak hanya dilakukan oleh satu negara saja, namun juga perlu kerjasama antar negara guna mengatasi masalah tersebut.
Terorisme juga memberi definisi yang baru terhadap musuh negara dalam globalisasi. Jika pada era sebelumnya musuh negara adalah negara lain, seperti Amerika Serikat bermusuhan secara jelas—yang oleh karenanya saling mengancam—dengan Uni Soviet, maka globalisasi, melalui terorisme, membuktikan bahwa musuh negara bisa jadi adalah satu individu atau sekelompok orang. Osama bin Laden dan kelompoknya menjadi musuh utama Amerika Serikat saat ini.

BAB IV
STUDI KASUS
Terorisme, Globalisasi dan Paham Radikal
Salah satu tersangka pelaku serangan ke World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001 di Amerika Serikat, Khalid Sheikh Mohammed, tiba-tiba mengejutkan dunia dengan pengakuannya, bahwa dia bertanggungjawab di balik serangan ini dan terlibat merencanakan 30 serangan teroris sejak 1993 di berbagai belahan dunia. Pengakuan ini penting bagi kelanjutan perang dunia melawan terorisme. Pengakuan ini juga kembali menegaskan bahwa jaringan terorisme memang telah masuk ke dalam sistem globalisasi dimana batas-batas teritorial negara menjadi kurang relevan.
Jika betul bahwa Khalid Sheikh Mohammed adalah otak di balik berbagai serangan teroris tersebut maka dia memang salah satu anggota inti Al-Qaedah di seputar Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiry. Al-Qaedah adalah organisasi yang mengaku bertanggungjawab atas serangkaian serangan teroris paling dahsyat di banyak negara, seperti serangan 11/9, bom London, bom Madrid, bom Bali dan sebagainya, dengan ini terorisme bisa disebut sebagai salah satu indikator globalisasi itu sendiri.
Seperti dijelaskan diatas, Globalisasi adalah sebuah sistem dunia yang semakin menegaskan wujudnya pasca Perang Dingin. Jika pada masa Perang Dingin dunia ditandai oleh pembagian wilayah yang jelas antara blok Barat (kapitalis), blok Timur (komunis) dan non-blok (negara-negara berkembang), maka globalisasi ditandai oleh integritas dunia melalui jaringan informasi dan penemuan teknologi transportasi yang semakin mengaburkan batas-batas wilayah teritorial. Terorisme juga memberi definisi yang baru terhadap musuh negara dalam globalisasi. Jika pada era sebelumnya musuh negara adalah negara lain, seperti Amerika Serikat bermusuhan secara jelas dengan Uni Soviet, maka globalisasi, melalui terorisme, membuktikan bahwa musuh negara adalah satu individu atau sekelompok orang. Osama bin Laden dan kelompoknya menjadi musuh utama Amerika Serikat saat ini, dimana pemerintah Amerika Serikat bisa mengeluarkan anggaran dan mengeluarkan banyak amunisi untuk menghabisi Osama dan pengikutnya, anggaran dan amunisi yang jumlahnya sama dengan yang digunakan untuk memerangi negara lain di masa lalu.
Ciri lain dari globalisasi adalah bahwa setiap persoalan selalu memiliki keterkaitan dengan persoalan lain di tempat-tempat lain (kompleks). Fakta bahwa terorisme, baik dari Islam maupun komunis, sekarang menjadikan Amerika Serikat sebagai musuh utama adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, lalu serta merta, disimpulkan bahwa memang ada kebencian esensial dari para teroris kepada AS. Fakta yang lain harus diungkap untuk mendukung analisa terorisme itu sendiri. Fakta itu bisa berupa doktrin maupun asal usul sosial, politik dan ekonominya.
Contoh yang paling populer bisa digunakan di sini, al-Qaedah. Al-Qaedah adalah sebuah organisasi masyarakat dunia yang menganut Islam aliran Wahhabisme. Wahhabisme adalah ideologi yang dilahirkan oleh Muhammad bin Abd Wahhab pada akhir abad ke-18 di Jazirah Arab. Jalan kekerasan yang diterapkan oleh al-Qaedah adalah salah satu ciri utama doktrin teologis kaum Wahhabi yang sekarang menguasai Arab Saudi.
Paham Wahhabi juga dianut oleh kelompok Taliban di Afganistan. Selama berkuasa (kurang lebih 3 tahun), rezim Taliban menyebar teror bagi warga Afganistan. Pada masa kekuasaan Taliban, rakyat Afganistan dibelenggu sedemikian rupa, kebebasan berpendapat, beragama dan emansipasi perempuan, mengikuti perkembangan informasi saja, seperti televisi dan radio, tidak boleh.
Jaringan al-Qaedah pimpinan Osama bin Laden, organisasi pendukung utama Taliban, juga menggunakan teologi Wahhabisme untuk melancarkan aksi terornya di seluruh dunia. Yang mengejutkan adalah bahwa Arab Saudi adalah sekutu utama AS di Timur Tengah. Keluarga Osama bin Laden adalah mitra bisnis keluarga George W. Bush. Khaled Syeikh Mohammed adalah lulusan pendidikan Amerika Serikat. Taliban dan al-Qaedah adalah organisasi yang didanai oleh AS di awal-awal pembentukannya. Dengan alasan penyebaran kebebasan dan demokrasi, AS menyerang Irak dan mengancam Iran, tapi alasan yang sama tidak pernah dipakai untuk Arab Saudi.


BAB V
KESIMPULAN DAN ANALISIS
III.1. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai globalisasi dan terorisme, dapat disimpulkan bahwa dalam pengaruhnya globalisasi memberikan pengaruh positif maupun dampak negatif yang melibatkan individu sebagai bagian dari fenomena global. Kemudian apabila diteliti lebih dalam, pada pengaruh globalisasi negatif merupakan salah satu penyebab munculnya terorisme. Terorisme dapat menjadi ancaman yang serius dalam globalisasi karena difasilitasi oleh revolusi informasi yang terjadi pada lapisan globalisasi 3.0 yang menjadikan dunia seperti percaturan politik layaknya lapangan permainan. Derasnya arus informasi sehingga dapat mengakses ke seluruh belahan dunia, menjembatani keberadaan kelompok terorisme berideologi radikal untuk melakukan kekerasan secara terencana. Kebanyakan dari mereka menginginkan perbaikan di bidang politik, ekonomi, dll, secara cepat dan cenderung memusuhi dunia Barat yang memunculkan paham kapitalisme. Bagi mereka, kapitalisme memberikan pengaruh buruk bagi masyarakat khususnya di Indonesia dengan hilangnya nilai nasionalisme. Lebih kompleks, kelompok muslim radikal menginginkan dunia Barat dihancurkan. Studi kasus yang terungkap seperti pada peristiwa 9/11 di Gedung WTC (Work Trade Center), New York, Amerika Serikat. Peristiwa ini merupakan titik klimaks terorisme yang terjadi di kancah Internasional yang meyertakan agama Islam sebagai pelakunya.
III.2 Analisis
Globalisasi dianggap memiliki peran penting bagi munculnya terorisme. Dalam teori hubungan internasional, pendekatan yang digunakan adalah neo-realisme yang biasa disebut sebagai structural realism. Pada perspektif neorealisme lebih cenderung mempersalahkan sistem, sebagai faktor utama yang mendorong aktor negara. Lebih tegasnya kondisi anarki atas hubungan state dengan aktor lainnya memaksa kelompok terorisme untuk melancarkan aksinya. Kemudian kepentingan tertentu yang memaksa negara yang hidup dalam kondisi anarki (di bawah pengaruh negara kuat seperti AS) akan memilih untuk self help daripada bekerjasama secara damai. Lain halnya dengan pendekatan liberalisme yang menjadi dasar bagi tumbunya kapitalisme. Paham ini menghendaki kebebasan baik individu maupun kelompok untuk memperjuangkan nasibnya, sebagai modal terorisme dapat tumbuh subur dalam interaksi global masyarakat dunia modern.





______________________________________

1. Lihat http://www.scribd.com/doc/27055013/Masalah-Keamanan-Internasional-Bantarto-Bandoro
2. Lihat : http://www.allwords.com/word-global+society.html Global Society : the societies of the world considered as a single entity as a result of globalization.
3. Jika pada masa Perang Dingin dunia ditandai oleh pembagian wilayah yang jelas antara blok Barat (kapitalis), blok Timur (komunis) dan non-blok (negara-negara berkembang), maka globalisasi ditandai oleh integritas dunia melalui jaringan informasi dan penemuan teknologi transportasi yang semakin mengaburkan batas-batas wilayah teritorial. Perang Dingin ditandai oleh adanya batas wilayah, sementara globalisasi muncul menghancurkan batas, dunia malah dihubungkan dalam jaringan besar tanpa batas. sumber : Diskusi Publik Universitas paramadina “ Globalisasi dan Terorisme,6 Tahun Tragedi 11 September”
4. John Baylis and Steve Smith :2005”Globalization of world Politics”. Oxford University. Hal. 480
5. Definisi mengenai terorisme pun menurut James D Kiras dijelaskan sebagai karakteristik, pertama dan utama yang menggunakan kekerasan. Taktik kekerasan ini biasanya yang menjaqdi target adalah warga sipil. Terorisme juga menggunakan kekerasan oleh kelompok kecil untuk mencapai perubahan politik. Terorisme berbeda dari kejahatan kekerasan dalam tingkatan legitimasi politik. Sedangkan, latar belakang munculnya terorisme itu sendiri bisa disebabkan oleh ideologi, etnik dan religi.
6. Anthony McGrew, Globalization and Global Politics, in John Baylis and Steve Smith (eds.), The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations, Oxford University Press, 2005. Hal. 20.
7. Ibid.
8. Thomas Friedman. The World is Flat. Hlm 9-11
9. Artinya, dalam globalisasi 1.0, pelaku utama perubahan atau kekuatan yang mendorong proses penyatuan global adalah seberapa gigih, seberapa besar otot, seberapa besar tenaga kuda, seberapa besar tenaga angin, dan seberapa besar tenaga uap yang dimiliki suatu negara serta seberapa besar tenaga uap yang dimiliki suatu negara serta seberapa besar kreativitas untuk memanfaatkannya.
10. Flat-world-platform merupakan konvergensi antara komputer pribadi yang memungkinkan setiap individu dalam waktu singkat menjadi penulis materi mereka sendiri secara digital, serta memungkinkan mereka untuk mengakses lebih banyak materi di seluruh dunia dengan mudah secara digital, serta work flow software yang memungkinkan individu-individu di seluruh dunia untuk bersama-sama mengerjakan suatu materi digital dari manapun, tanpa menghiraukan jarak antar mereka.
11. http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1979420-dampak-globalisasi/23-04-2010.
12. Budi Hari Wibowo. Terorisme, Mahluk apa (?): Potret Kegagalan Dunia Baru. Melalui < http://www.dephan.go.id/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=36>. [23/04/10]
13. James Lee Ray. Global Politics. Hlm 491.
14. Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2008), hal. 166
15. Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta, Graha Ilmu: 2008), hal. 166
16. John Baylis dan Steve Smith, The Globalitation of World Politics, (New York, Oxford University: 2005), hal. 480
17. Samuel P. Huntington. Benturan Antar peradaban dan Masa Depan Politik Dunia. (Penerbit Qalam: Yogyakarta, 1996). Hlm 3 - 5.
18. Term of reference dari Diskusi Publik. Globalisasi Terorisme: 6 Tahun Tragedi 11 September, Aula Nur Kholish Madjid, Universitas Paramadina, Maret 2008.

0 komentar:

Posting Komentar