Cari Blog Ini

humanitarian intervention in somalia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Somalia negara yang berada di salah satu bagian dari benua Afrika ini merdeka pada tahun 1960-an. Somalia sendiri yang dahulunya terbagi atas 5 bagian wilayah yang berbeda tergantung negara mana yang pada waktu itu menjajah Somalia. Pada saat mendapatkan kemerdekaannya British Somalian dan Italian Somalia bergabung dan membentuk Republic Somalia. Namun terdapat para pejuang Somalia yang ingin menyatukan somalia dan menjadikan somalia sebagai Somalia Raya.

Negara ini sebenarnya memiliki identiatas nasional yang cukup kuat. Rakyat somalia memiliki kesamaan bahasa kebudayaan serta terdisi adat istiadat denga kehidupan rakyatnya yang terbiasa dengan wilayah yang gersang dan tanah yang kurang begitu bagus untuk di tanmi oleh karena itu kegiatan rakyat Somalia yang biasa mereka lakukan adalah pengembalaan hewan ternak.

Akar krisis somalia sebenarnya terletak pada dalam negeri itu sendiri. Khususnya persaingan antar clan yang terjadi disana. Namun faktor eksternal tidak dapat di abaikan, khususnya pada waktu terjadio nya perang dingin dan sebelum itu para penjajah senaknya melakukan pembagian atas wilayah benua Afrika. Krisis di somalia tidak terkendali akibat pemerintahan yang lemah, kekacauan sosial, kekerasan anarci bahkan perang ideologi terjadi di Somalia. Ini tercermin dari nema negar itu sendiri yaitu Federal Government of Somalia Republic. Konflik yang berkelanjutan slualu mendera Somalia. Banyak terjadinya konflik di Somalia mengakibatkanSomalia selalu di rundung masalah. Sampai pada tahun 1969 terjadinya kudeta di Mogadishu dan munculnya jendral Muhammad Siyad Bared yang mempromosikan Negara ini sebagai Negara dengan peham marxis. Hal ini di tangggapi dengan Baik oleh Uni soviet dan sampai pada tahun 1972 kepemilikan hak atas salah satu pelabuhan yang ada di Somalia yaitu pelabuhan Bebera , hak atas pelabuhan itu di berikan kepada Uni Soviet sebagai imbalannya Somalia di berikan bantuan senjata oleh Uni Soviet yang membuat pada tahun 1977 Somalia berhasil membentuk 37.000 tentara dengan perlengkapa yang modern dan cangggih.

Konflik yang terjadi di Somalia terus berkelanjutan. Sampai pada 30 april 2007 dewan keamanan PBB mengusulkan kepada sekjen PBB untuk mengirimkan lagi pasukan perdamaian ke Somalia yang pertama kali di mulai pada tahun 1995 sampai pada maret 2007 baru 1500 orang dari Uganda di kirim kepada Somalia untuk menciptakan perdamaian di Somalia.

Bahkan bantuan asing yang banyak terjadi di Somalia dan akhinya menjadi misi intervensi kemanusiaan asing yang di lakukan ke negeri itu. Terciptanya perdamaian di Somalia di rasa masih suli, konflik berkepanjanbgan tentu mengakibatkan Negara ini porak poranda. Mungkin pada saat terjadinya perdamaian negeri ini mempunyai tugas baru yaitu membereskan sistem pemerintahan yang ada. Demi kemajuan Somalia.

1.2.Rumusan Masalah

Somalia adalah salah satu negara yang berada di wilayah benua afrika. Penduduk yang berada di somalia mayoritas adalah beragama. Somalia sendiri sampai saat ini masih mengalami konfik nerkelanjutan. Konflik di Somalia adalah konflik internal yang terjadi antara pemerintah dengan kaum pemberontak pemerintahan. Intervensi asing di somalia di rasakan sangat di butuhkan oleh negara Somalia itu sendiri karena sampai sekarang Somalia belum bisa menyelesaikan konflik dalam negerinya tersebut.

Somalia merdeka pada tahun 1960-an. Sebelum merdeka atau pada masa penjajahan somelia mengalami pembagian wilayah atas lima wilayah terpisah, hal ini di lakukan oleh penjajah negara ini yaitu Prancis, Inggris, Italia. Bukan Somalia saja negara yang berada di benua Afrika ynga mengalami konflik, banyak negara yang berada di afrika yang mengalami konflik, akan tetapi Somalia sendiri di nyatakan oleh PBB adalah negara yang pernh mengalami konfil terparah karena 340.000orang dari 2 juta penduduk Mogadishu telah melakukan pengungsian semenjak terjadinya konflik internal di negaranya.

Perdamaian yang di harapkan di wilayah Somalia di rasa masih sulit untuk di wujudkan. Yang terjadi di Somalia adalah masalah internasional bukan hanya merupakan masalah Somalia tapi ini adalah masalah kemanusiaan yang adalah masalah bersama. Demi terciptanya perdamaian yang selama ini di harapkan di Somalia.

1.3. Ruang Lingkup

Pada makalah dalam mata kuliah Kajian Strategi yang kami buat ini kami akan membahas konflik dalam negeri yang terjadi dalam negeri ini antara pemerintah dan pemberontak. Dan masalah misi intervensi kemanusian yang di lakukan asing kepada Somalia, serta perdamaian di Somalia.

BAB II

KERANGKA TEORETIS

Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai teori yang berkaitan dengan materi makalah. Adapun teori yang akan di paparkan oleh penulis adalah teori yang berkaitan dengan perang yang erjadi di Somalia.

Seperti yang kita ketahui bahwa terjadinya perang di Somalia merupakan konflik bersenjata yang melakukan kekerasan terhadap warganya dan juga militan yang terlibat sehingga terjadi peningkatan terhadap kekerasan dan situasi yang tidak aman bagi penduduk Somalia, terutama terjadinya krisis kemanusiaan. Badan internasional seperti Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi untuk melakukan dan melaksanakan humanitarian intervention untuk pemulihan kemanusiaan di Somalia.

Humanitarian Intervention

Dalam pelaksanaan konsep humanitarian intervetion, tidak jarang terjadi pro dan kontra atas pelaksanaan in. karena setelah terjadinya perjanjian Westphalia pada 1948, menghasilkan larangan campur tangan (intervensi) terhadap negara yang berdaulat.[1] Adanya pro dan kontra ini menunjukkan bahwa susunan yang terjadi dalam masyarakat internasional ini adalah anarki.[2]

Menurut J.L.Holzgreefe, humanitarian intervention yaitu :

“the treat or use force by a state (or group of states) aimed at preventing or ending widespread and grave violations of fundamental human rights of individuals other than its own citizens, without the permission of the state within whose territory force applied”[3]

Definisi lain mengenai humanitarian Intervention:

The theory of intervention on the ground of humanity is properly that which recogmizes the right of one sttae to exercise an international control by military force over the acts of another in regard to its internail sovereignity when contraryto the laws of humanity (Frank and Rodley:227)[4]

Intevensi kemanusiaan ditandai dengan empat unsur yaitu dengan menggunakan paksaan,pelanggaran terhadap kedaulatan, dilakukan oleh negara, dan tidak berdasarkan kesepakatan atau konsensus.

Intervensi kemanusiaan menyangkut tiga hal penting, yaitu:[5]

· Peace keeping, dimana organisasi internasional melakukan intervensi untuk menghentikan pertikaian yang terjadi sehingga menciptakan suasana damai

· Peace-making, dimana organisasi internasional melakukan aktivitas politik seperti negosiasi,mediasi, arbitrasi, dan koalisi

· Peace building, dalam membangun kembali sebuah negara yang rusak akibat konflik yang terjadi.

Jadi, prinsip humanitarian intervention akan terjadi apabila berdasarkan pertimbangan bahwa konflik dalam suatu kawasan tertentu mengandung unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menciptakan gangguan keamanan,menciptakan bencana kelaparan atau mengenai arus pengungsian akibat dari adanya konflik.

BAB III

PEMBAHASAN

III.1. Awal Mula Konflik Somalia

Konflik di Somalia berawal dari pemisahan wilayah Somalia oleh tiga negara penjajah Eropa, yaitu Inggris, Prancis dan Italia menjadi lima wilayah terpisah. Ketika Somalia merdeka pada tahun 1960, British Somaliland dan Italian Somalia di gabung membentuk Republik Somalia. Namun para pejuang nasionalis Somalia berambisi untuk membentuk Somalia Raya, yang menyatukan masyarakat Somalia yang tinggal di wilayah yang jatuh ketangan Kenya, di Distrik Perbatasan Uara, Ogaden dan Djibouti, dimana sekitar sepertiga dari empat juta warga Somalia tinggal. Keinginan untuk menyatukan kembali itu tertera dalam konstitusi Somalia dan tercermin dalam benderanya, yakni lima bintang yang melambangkan lima segmen penduduk Somalia tersebut.[6]

Rakyat Somalia pada dasarnya terbagi dalam lima clan, yaitu Darod, Hawiye, Isaq, Dir dan Digil-Mirifleh. Ketika gagasan Somalia Raya gagal akibat kekalahan militer, maka konflik internal Somalia pun merebak. Sejak awal kemerdekaan Somalia menolak mengakui perbatasan yang ditentukan oleh Negara-negara Eropa. Pada 1963 Uni Soviet menawarkan Somalia untuk membentuk 10.000 tentara dan Somalia menyetujuinya. Sesudah terjadinya kudeta di Mogadishu pada 1969, campur tangan Uni Soviet di Somalia meningkat dan pemimpin Somalia pada saat itu memproklamasikan Somalia sebagai Negara Marxist.

Pengkhiantan yang dilakukan oleh Soviet ketika Ethiopia mengalami kesulitan dalam konfliknya dengan Eritrealah yang kemudian menjadikan Siyad memutuskan persahabatan dan kerjasama dengan Soviet. Karena Ethiopia di dukung oleh Soviet dan Kuba, maka Somalia mengalami kekalahan pada Maret 1978. Kekalahan ini mempengaruhi keseluruhan Somalia. Sejak saat itu keadaan Somalia menjadi semakin kacau. Hal ini antara lain ditandai dengan kudeta yang dilancarkan clan Majerteyn dan Darod yang gagal dan kemudian bergabung dengan Ethiopia serta membentuk Somalia Salvation Democratic Front (SSDF), yang kemudian diikuti oleh clan Isaq yang membentuk Somalia National Movement (SNM). Karena Siyad anti-Soviet maka dia mendapat bantuan dari Barat.

Pada 1988 Siyad mengadakan kesepakatan dengan pihak Ethiopia untuk saling menghentikan dukungan bagi para pemberontak di kedua Negara. Mengantisipasi Siyad akan melakukan ofensif maka pemberontak SNM menyerang sejumlah kota. Dan untuk mencegahnya Somalia melakukan pemboman terhadap Hargeisa sehingga banyak warga sipil yang menjadi korban. Akibatnya, Barat menghentikan bantuan militer dan ekonominya terhadap Somalia. Tanpa itu, Somalia semakin terpuruk dan semakin kacau dengan adanya perang internal antar clan.[7]

Pada tahun 1991, Siyad Bare berhasil digulingkan. Namun, perang antar-clan di Somali tetap berlangsung, yang mengakibatkan kekacauan politik dan krisis kemanusiaan. Puluhan ribu warga civil Somalia berjatuhan dan ribuan lainnya melarikan diri keluar negeri. Pada dasarnya, akar permasalahan di Somalia disebabkan oleh pemerintahan yang lemah, pertarungan ideologi, perebutan kekuasaan serta kekacauan sosial yang tidak dapat dikendalikan dan ketidak stabilan diseluruh wilayah Somalia.

Pada Juni 2009, Somalia mengumumkan keadaan darurat dan meminta bantuan segera dari dunia internasional dan intervensi militer dari Negara tetangga Afrika Timur. Konflik Somalia masih berlangsung sampai saat ini. Terbukti pada tanggal 1 Mei 2010 kemarin, terjadi ledakan dahsyat yang menguncang salah satu masjid di Somalia yang mengakibatkan sedikitnya 45 korban tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Konflik yang berkepanjangan ini, membuat rakyat Somalia menderita terror, kelaparan dan krisis kemanusiaan yang semakin parah[8].

III.2. Peran Amerika Serikat Dalam Perang Somalia

Perang dua kubu di Somalia yang sebenarnya adalah antara Eritrea dan Ethiopia. Kelompok Eritrea yang mendukung pihak Mahkamah Islam sedangkan pihak Ethiopia yang bersekutu dengan pihak Washington. Pertikaian yang terjadi juga antara lain karena masalah benturan kepentingan ekonomi, terkait masalah siapa yang mengendalikan jalur perdagangan, pelabuhan, dan bandara[9].

Uni Mahkamah Islam adalah representasi dari kekuatan Islam di Somalia dan berdirinya kembali kekuatan Mahkamah Islam ini adalah akibat dari lemahnya kekuatan militer dan politik dalam negeri Somalia dan juga tidak adanya sentralisasi pemerintahan dalam negeri tersebut. Selanjutnya, pihak Ethiopia yang mendapatkan dukungan dari negara Amerika Serikat mendirikan Aliansi Perdamaian dan Anti Terorisme yang di proyeksikan untuk menghambat setiap gerakan perlawanan yang dilakukan oleh pihak Mahkamah Muslim.

Amerika menganggap bahwa Uni Mahkamah Islam adalah representasi dari teroris yang ada dalam jaringan Al-Qaeda. Maka dari itu setelah serangan 11 September, Amerika mempunyai kepentingan di dalamnya untuk menghentikan kekuatan perlawanan yang dikhawatirkan akan menimbulkan terorisme di lain tempat.

Selain itu, berbagai macam masalah yang timbul dalam tubuh militer Somalia, menimbulkan dualisme yang menyebabkan perpecahan di dalamnya. Ada tentara yang meninggalkan kesatuan dan kembali ke kehidupan sehari-hari, ada pula yang membelot kepada pemberontak, dalam hal ini kubu Mahkamah Islam dari kelompok Eritrea. Alasan para tentara yang keluar ataupun membelot kepada pemberontak, menurut laporan The Associated Press mengutip penjelasan pejabat terkait di Mogadishu, ibu kota Somalia, Rabu (28/4), para tentara itu sedang mengikuti latihan untuk memperkuat posisi negara melawan pemberontak. Namun, selama pelatihan mereka tidak di gaji dan hal itu mengecewakan mereka[10].

Dalam hal ini, upaya untuk membangun kembali militer Somalia, peran Amerika Serikat begitu nyata di dalamnya. Amerika Serikat mendanai pelatihan lebih dari 1000 tentara Somalia di negara tetangganya, Djibouti, tahun lalu, kata diplomat barat[11]. Pelatihan yang di ikuti oleh para tentara Somalia di danai AS oleh uang hasil pajak Amerika Serikat.

Pendanaan untuk tentara Somalia adalah hal yang kompleks, yang melibatkan sumbangan dana dari sejumlah negara donor, PBB, dan pemerintah Somalia sendiri. AS telah menyediakan dana 2 juta dollar untuk membayar prajurit Somalia. AS membiayai sekitar 1.800 tentara Somalia dan 3.300 tentara lain dibayar oleh lembaga atau negara donor.

III.3. Peranan PBB dalam Konflik Somalia

Somalia merupakan satu dari sekian banyak Negara less development di Afrika yang tidak henti-hentinya mengalami konflik di dalam internal negaranya dan juga eksternal dengan tetangganya yaitu Ethiopia. Somalia sendiri secara geografis berada di kawasan Afrika Timur. Selain konflik berkepanjangan di Somalia sendiri situasi negaranya masih sangat terbelakang, dimana angka kemiskinan di Somalia merupakan urutan tertinggi di Seluruh dunia. Maka, tak heran Somalia merupakan sarang pembajak dan angka kejahatan yang masih tinggi.

Konflik antar ethnis sendiri muncul sejak Somalia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1960. Penduduk Somalia merupakan penduduk dengan latarbelakang kebudayaan serta tradisi adat istiadat yang kuat, dimana walaupun terbagi dari beberapa etnis dan klan namun memiliki kesamaan bahasa serta gaya hidup yaitu mengembala. Islam merupakan agama mayoritas serta memiliki kedekatan dengan penduduk disana. Selain itu, penduduk Somalia yang hidup di Tanduk Afrika, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi alam Afrika yang gersang dan tandus, maka tak heran para penduduk Somalia kebanyakan hidup bergantung selain pada hutan juga melaut.

Sebagai suatu institusi Internasional yang memayungi Negara-negara diseluruh dunia. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi suatu institusi yang masuk kedalam ranah konflik di Somalia, dan mendesak pemerintah Somalia untuk menyelesaikan konflik di negaranya. Selain itu PBB pun mendesak Uni Afrika agar memberikan kontribusinya untuk menjembatani konflik Somalia yang merambah hingga ke Ethiopia.[12]

Peran PBB dalam konflik di Somalia:

* Membentuk delegasi khusus PBB untuk Somalia (UNPOS)

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mendirikan Kantor Politik Somalia (UNPOS: United Nations Political Office for Somalia)[13] pada tanggal 15 April 1995, untuk mewujudkan perdamaian dan rekonsiliasi melalui kontak dengan para pemimpin Somalia dengan organisasi sipil dan organisasi Amerika yang bersangkutan.

UNPOS merupakan misi politik yang didukung dan diawasi oleh Departemen Urusan Politik PBB (United Nations Department of Political Affairs). UNPOS juga memberikan panduan politik, yang diperlukan, kepada Koordinator Kemanusiaan PBB dan badan PBB dan organisasi-organisasi PBB sebagai sebuah Tim Negara Somalia.

UNPOS telah mendukung inisiatif dari negara-negara di kawasan itu untuk mewujudkan perdamaian dan rekonsiliasi nasional di Somalia, termasuk upaya oleh Pemerintah Djibouti yang menyebabkan pembentukan Pemerintahan Nasional Transisional (TNG) di Somalia pada tahun 2000. Dari 2002 hingga 2004, UNPOS mendukung Konferensi Rekonsiliasi Nasional Somalia di bawah naungan IGAD yang menghasilkan pembentukan Pemerintah Federal Transisi saat ini (TFG) yang berlokasi kembali ke Somalia pada pertengahan 2005. Mengingat situasi keamanan dan kemiskin di Somalia, UNPOS telah bekerja dari Nairobi, Kenya.

* Memberikan bantuan pangan melalui FAO dan UNICEF

Data yang di kumpulkan FAO menunjukan bahwa: di butuhkan dana sebesar $200 juta untuk memenuhi kebutuhan pangan 3.5 juta orang di Somalia. Selain itu data UNICEF juga menunjukan bahwa 7500 anak di bawah umur 5 tahun membutuhkan biskuit dan suplemen.[14] FAO berusaha menggalang dana untuk memenuhi kebutuhan di Somalia.

* Mengatasi konflik dengan resolusi PBB

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan suara bulat Kamis, 15 Mei 2008 mengeluarkan resolusi yang membuka jalan secara bertahap bagi pemulangan staf PBB yang ada di Somalia, dan kemungkinan pengiriman tentara pemelihara perdamaian di sana.

Resolusi 1814 ini menyerukan kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon` untuk membentuk perangkat keamanan yang diperlukan bagi tindakan tim PBB yang sekarang ini berada di Somalia, termasuk kantor politik UNPOS, dari Nairobi ke Somalia.

Resolusi, yang diprakarsai Inggris, juga menyerukan Ban untuk melanjutkan pengembangan rencana bagi kemungkinan pengiriman operasi pemeliharaan perdamaian PBB untuk menggantikan AMISOM, Pasukan Serikat Afrika yang saat ini berpangkalan di sana, untuk memperhitungkan semua kondisi yang relevan di lapangan.

Dewan Keamanan telah mempertimbangkan berbagai opsi untuk mendukung peranan PBB di Somalia, termasuk pengiriman 28.500 tentara dan polisi PBB, untuk memberikan semangat dan proses politik yang terbuka serta satu perjanjian untuk mengakhiri permusuhan.

* Mengirimkan tentara perdamaian

Masyarakat internasional menyerukan Ethiopia untuk menarik pasukannya dari Somalia karena fakta bahwa kemungkinan Somalia akan menjadi negara anarki tanpa kekuatan kuat untuk menggantikan Etiopia untuk membantu TFG mengkonsolidasikan posisinya. Situasi ini diperkuat dengan adanya AU dan IGAD (Intergovernmental Authority on Development) untuk menggunakan kekuatannya di Somalia. Namun karena larangan yang diberikan pada negara-negara garis depan untuk campur tangan di Somalia serta masalah administrasi lain yang terdapat dalam peraturan, maka perlu untuk meninjau rencana asli dari penggelaran kekuatan IGAD yang akan menyerahkan AU dalam waktu 6 bulan, dengan membentuk AMISOM (African Union Mission in Somalia)[15] Akibatnya, di Addis Ababa pada 19 Januari 2007 ditetapkan mandat Komisi AU untuk mendirikan Dukungan Misi Perdamaian di Somalia.

BAB IV

KESIMPULAN

IV.1. Analisa

Meski Humanitarian Intervention diperdebatkan dalam HI -sebagian pemikir menyebutnya ‘Trojan House’-, namun Humanitarian Intervention telah dilegitimasi melalui berbagai perkembangan pasca Perang Dingin dari konsensus negara liberal demokrat dan non-governmental organizations (NGOs). Responsibility to Protect adalah tujuan dari Humanitarian intervention yang kini telah mendapat pengakuan formal PBB (Sidang Umum PBB tahun 2005).

Alex J Bellamy dalam Globalization Of World Politic menyatakan beberapa operasi Humanitarian Intervention yang berhasil diantaranya Operation Safe Haven kepada masyarakat kurdi di awal 1990, Operasi Penyelamatan Somalia di perang saudara Somalia tahun 1992-1993 dan Operasi Kosovo-Albania dalam perang saudara Kosovo di era yang sama yang ketiganya telah menyelamatakan ribuan masyarakat.

Dengan Keberhasilan Humanitarian Intervention tersebut, maka terbentulakah International Commision of Intervention and State Sovereignty (ICISS), dengan Humanitarian Intervention, komitmen jangka panjang dan proteksi HAM sebagai International Responsibilities yang ditekankan oleh negara kuat kepada negara yang Sovereignty-nya terancam.

Adapun implikasi humanitarian intervention dalam Perang Somalia yang masih membara hingga kini, maka tema sentral Humanitarian Intervention yaitu peace keeping, peace making, dan peace building menjadi agenda utama PBB dan AS di Somalia.

IV.2. Kesimpulan

Globalisasi telah membawa pandangan Kantian yang moralis semakin mengglobal, Media Masa meyoroti krisis kemanusiaan dan mengadopsinya sebagai International Responsibilites sesuai Sidang Umum PBB tahun 2005 seperti salah satunya ialah krisis yang terjadi di Somalia saat ini.

Sorot utama Humanitarian Intervention adalah krisis kemanusiaan di Somalia, Ethiopia dan Djibouti yang memiliki konflik berkepanjangan baik internal maupun external.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

  • Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani.2006. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.PT.Remaja Rosdakarya.Bandung.
  • Artikel Prinsip-prinsip dan Pelaksanaan Intervensi Kemanusiaan PBB di Somalia oleh Ign.Guntur Prasetyo
  • Kemelut di Somalia dan Hukum Humaniter. GPH. Haryomatusam. Sebelas University Press.1994.Surakarta

· Abdul Hadi adnan, Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika, Bandung : CV Angkasa, 2008

· http://dunia.vivanews.com/news/read/148180_dua_ledakan_di_masjid_somalia__45_tewas

· http://farahalfiahryandi.blogspot.com/2010/01/undeniably-conflict-on-somali-land.html

· http://www.un-somalia.org/About/index.asp

· http://www.unic-jakarta.org/PBB-Somalia.html

· http://www.africa-union.org/root/AU/AUC/Departments/PSC/AMISOM/amisom.htm



[1] Lihat Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani.2006.PT.Remaja Rosdakarya.Bandung. Hal.154 Intervensi juga merupaka salah satu campur tangan dari negara lain ataupun organisasi internasional ataupun kelompok dalam suatu negara yang mencampuri secara paksa urusan dalam negeri negara lain.

[2] Anarkis adalah tidak adanya kekuasaan atau institusi yang berdaulat dan berwenang memberikan keputusan seragam dan mengikat. Ibid.Hal.154

[3] Ibid.hal.15

[4] Kemelut di Somalia dan Hukum Humaniter. GPH. Haryomatusam. Sebelas University Press.1994.Surakarta. hal.84

[5] Ibid.hal.156

[6] Abdul Hadi adnan, Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika, Bandung : CV Angkasa, 2008

[7] Ibid.

[10] Somalia Semakin Lemah, Kompas Internasional, 29 April 2010, hal 8

[11] Ibid, hal 8

0 komentar:

Posting Komentar