Cari Blog Ini

Pelita Cinta yang menggoda

Kami berjalan ke Auditorium utama Peoples Friendship University of Russia. Kami selalu menyukai musim semi Moscow yang sejuk, meski sabtu sore ini hujan gerimis, ratusan tamu lainnya juga datang dengan sedikit basah, tidak apa karena ini hari istimewa. Disinilah tempat yang mendorong rasa bangga sebagai Mahasiswa Indonesia sekian bertambah.
foto Permira Moscow dari https://www.facebook.com/Perhimpunan-Mahasiswa-Indonesia-di-Moscow-150280505177182/

Lalu kami melihat sekelompok di kejauhan, atau lebih tepatnya panitia. Itu adalah Garin, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Moscow bersama Aidil. Garin dan Aidil adalah mahasiswa bidang kereta api asal Kalimantan Timur yang senang bermusik dan bernyanyi, malam ini, dalam konser seni bertajuk “Pelita Cinta Nusantara, from Indonesia to the World” mereka akan berjuang memberikan yang terbaik, “Selamat datang Kak”, sambut mereka.
Dalam acara ini, ratusan mahasiswa Indonesia dari berbagai Universitas di Moscow, berkolaborasi dengan mahasiswa Kalimantan Timur bidang kereta api. Dihadapan Duta Besar, Mr. Mohamad Wahid Supriyadi, Gubernur Kalimantan Timur Drs. H. Awang Faroek Ishak, M.M, para akademisi universitas di Rusia termasuk kalangan Mahasiswa dan masyarakat seluruh bangsa yang beruntung mendapatkan tiket, mahasiswa Indonesia di Moscow menjadi bagian tim yang saling mendukung. 
Senja Matahari bersinar seperti jeruk mandarin, sedikit membuat kami lelah. Kami melangkah ke dalam gedung, seketika semua orang berkerumun lalu kami bisa melihat senyum kagum pengunjung di wajahnya.
foto Nai Wen dari https://www.facebook.com/ChingTian?fref=ts

Itu adalah pertunjukan musik gamelan dari Prof Dr H Andrik Purwasito, beliau juga dalang acara nanti, para mahasiswa internasional duduk manis dihadapannya. Lalu perhatian beralih kepada gadis  pembawa Sasando, ia adalah Tiara R. Pingak, diantara tenda pameran dan bazar produk Indonesia, sebagian pengunjung mulai merekam nada musik Nusa Tenggara Timur ini.

Pelita Cinta Nusantara
Acara dimulai pukul 17 lebih sekian, Pembawa acara sudah dipanggung, mereka adalah sepasang warga negara Rusia. 
Sita menatap dengan heran pada saya yang sama bergeleng. Ia mengatakan, dengan nada berbisik, "pembawa acaranya ada dua, orang rusia, pake Bahasa apa yah?" Saya melihat panggung lagi, bahkan lebih focus, mendengarkan dan menjawab dengan berbisik "Tuh kan, pembawa acaranya pakai Bahasa Indonesia dan Rusia, fasih juga yah!" jawabku.
Usai sudah lagu Indonesia Raya dan sambutan-sambutan, kemudian pembawa acara diambil alih oleh Prof Purwasito, beliau adalah dalang dengan gelar dari Paris. Kisah dimulai dengan dongeng tentang seorang eropa pertama yang tiba di Pulau Papua, Nicholas Miklouho-Maclay, dia dikenal sebagai penjelajah, ethnologis, anthropologis dan biologis berasal dari Rusia. Pada 1870 hingga 15 tahun lamannya, dia belajar masyarakat asli Indonesia, Melayu, Polinesia dan Micronesia, catatan perjalanannya menuju Papua inilah yang menjadi inti cerita.
foto Permira Moscow

Konsep kisahnya tidak biasa, pelita cinta nusantara mendeskripsikan Indonesia melalui tarian dan music yang ada. 
Kisah Nicholas Maclay di mulai dari semenanjung Sumatera dengan tarian Melayu dan Tarian Sufistik Timur tengah oleh mahasiswa Turki. Di Pulau Jawa kita diajak berkenalan dengan music pop oleh Igor serta tarian Jaipong oleh Katya Makanina. Perjalanan berlanjut dengan penampilan Wayang kulit dan Reog Ponorogo. Dalam hal menampilkan penduduk multi bangsa di Pulau Jawa ditampilkan pula tarian Armenia, tarian Srilanka dan kolaborasi Igor dengan Garin.
Sebelum kapal berlayar ke timur, semua kepala di auditorium ini dibuat mendayu-dayu oleh tarian dan alat musik Kalimantan lalu berlanjut suara merdu Aidil bersanding petikan sasando dalam Rayuan Pulau Kelapa versi Bahasa rusia. Tibalah di pulau bali, musik tua Jangi Janger terdengar, kemudian tarian Komodo dan musik Sasando mengikuti. 
Sampailah Nicholas Maclay di Maluku, dengan ukulele di pinggang, 6 orang mahasiswa Rusia menyanyikan lagu berbahasa Indonesia, dilanjutkan mahasiswa Peru menari dengan campuran Latin dan Spanyol yang kental, dari sinilah Trivia Maluku yang berasa campuran eropa dimulai. Putra-putri Ambon memang manis, mereka menaiki panggung dengan tarian penyambutan ala Maluku hingga tari lompat bambu dari kota manise. 
Foto Permira Moscow

Akhirnya Nicholas Maclay sampai ditanah Papua, Trivia Papua dari mahasiswa Indonesia dan dibantu para mahasiswa Afrika menampilkan hentak musik dan tari penuh semangat. Sukseslah perjalanan Nicholas Maclay sebagai penjelajah di tanah Papua, sukses pula mahasiswa Indonesia memberi gambar ragamnya budaya Indonesia.

Masih ada kisah lainnya.
Panitia menenangkan hati para penonton dengan menyuguhkan penampilan tarian kontemporer, dimulai dari tarian berburu dan putri suku Dayak, juga tarian kipas Sulawesi yang disandingkan dengan tarian kipas buchaechum dari korea, serta goyang lenggang Jakarta.
Panggungpun ditata apik dengan mini drama Indonesia, awalnya ada pemuda sedang menonton TV, saya tahu itu adalah iklan pariwisata dari kementerian, namun video dibuat dengan efek dramatis dan sang pemudapun tertidur.
Mini dramapun dimulai, di layar panggung terlihat pesona Banten, pemuda itu terbangun dari tidurnya diantara para pendekar pencak silat, dia ikut bertarung dipanggung. Setting beralih ke Sumatera barat, Jawa Timur, Kalimantan timur, Maluku, Papua dan Sulawesi. Semuanya diisi dengan tarian daerah, kecuali di Sulawesi sang pemuda malah beradu pantun dengan bersarung dan berkopiah. Menurut kami ketika drama ini berada di Maluku, suasana mistis dan bambu gila sangatlah menghibur, jadi terbersit dalam hati untuk mengambil bambu dan mencobanya, mungkin masuk rekor sebagai permainan bamboo gila pertama di Eropa.
Foto Permira Moscow

Acara diakhiri dengan seluruh penari berkumpul menampilkan tarian Yamko Rambe Yamko, Sajojo, Manuk Dadali, Angin Mamere, Rasa Sayange dan tentunya Kalimantan. Usai sudah mini drama ini dengan kata penutup dari Senior Advisor Mahasiswa Kalimantan Timur dan Gubernur Kalimantan Timur.
Hari ini luar biasa, setelah Pelita Cinta Nusantara, kami semakin cinta dengan Indonesia melalui rangkaian Indonesian Kitchen yang lezat. Aduh kenyang aduh senang sahutku, Sita diam sejenak terlihat anggun dengan kebaya putih "Aku merasakan hal yang sama!" ungkapnya dengan senyum gembira.
foto Helga Nirwani dari https://www.facebook.com/helga.cozy?fref=ts

Azmi Muharom

Students of Asian Studies

National Research University Higher School of Economics, Moscow



@azmihalo



Ardiyanti Laksita 

Students of Preparation Class

National Research University Higher School of Economics, Moscow


@ardiyantisita

0 komentar:

Posting Komentar