perilaku kolektif dan gerakan sosial
PERILAKU KOLEKTIF DAN GERAKAN SOSIAL
PERILAKU KOLEKTIF
Pada umumnya warga masyarakat cenderung berperilaku dengan berpedoman pada institusi yang ada dalam masyarakat. Perilaku di pasar dituntun oleh institusi di bidang ekonomi, perilaku di tempat ibadah dituntun oleh institusi di bidang agama, perilaku di forum atau di mimbar organisasi politik mengacu pada institusi di bidang politik, perilaku di ruang kuliah mengacu pada institusi di bidang pendidikan, perilaku pada upacara penyerahan maskawin dipengaruhi oleh institusi di bidang keluarga. Namun pada kenyataannya kadang kala sejumlah warga masyarakat secara berkelompok ataupun berkerumun menampilkan perilaku yang tidak berpedoman pada institusi yang ada.
Definisi perilaku kolektif seperti ditulis Yusron Razak (editor) dalam Sosiologi Sebuah Pengantar adalah sebagai berikut, Horton dan Hunt berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi berlandaskan pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial, menurut Milgran dan Touch ialah suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak terorganisasi serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya, dan senada pula dengan pendapat Robetson . Dapat kami simpulkan dari definisi-definisi tersebut bahwa perilaku kolektif adalah perilaku yang (1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang (2) bersifat spontanitas dan tidak terstruktur (3) tidak bersifat rutin, dan (4) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Perilaku kolektif merupakan perilaku menyimpang namun berbeda dengan perilaku menyimpang karena perilaku kolektif merupakan tindakan bersama oleh sejumlah besar orang, bukan tindakan individu semata-mata. Bila seseorang melakukan pencurian di suatu toko, maka hal ini termasuk suatu perilaku menyimpang, namun bila sejumlah besar orang secara bersama-sama menyerbu toko-toko dan pusat-pusat perdagangan untuk melakukan pencurian atau penjarahan (sebagaimana di sejumah kota di Pulau Jawa pada tahun 1998 dan 1999), maka hal ini termasuk suatu perilaku kolektif. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan (crowd) dan gerakan sosial (civil society). Rangsangan yang memicu terjadinya perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa maupun ide.
PERILAKU KOLEKTIF
Pada umumnya warga masyarakat cenderung berperilaku dengan berpedoman pada institusi yang ada dalam masyarakat. Perilaku di pasar dituntun oleh institusi di bidang ekonomi, perilaku di tempat ibadah dituntun oleh institusi di bidang agama, perilaku di forum atau di mimbar organisasi politik mengacu pada institusi di bidang politik, perilaku di ruang kuliah mengacu pada institusi di bidang pendidikan, perilaku pada upacara penyerahan maskawin dipengaruhi oleh institusi di bidang keluarga. Namun pada kenyataannya kadang kala sejumlah warga masyarakat secara berkelompok ataupun berkerumun menampilkan perilaku yang tidak berpedoman pada institusi yang ada.
Definisi perilaku kolektif seperti ditulis Yusron Razak (editor) dalam Sosiologi Sebuah Pengantar adalah sebagai berikut, Horton dan Hunt berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi berlandaskan pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial, menurut Milgran dan Touch ialah suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak terorganisasi serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya, dan senada pula dengan pendapat Robetson . Dapat kami simpulkan dari definisi-definisi tersebut bahwa perilaku kolektif adalah perilaku yang (1) dilakukan bersama oleh sejumlah orang (2) bersifat spontanitas dan tidak terstruktur (3) tidak bersifat rutin, dan (4) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu.
Perilaku kolektif merupakan perilaku menyimpang namun berbeda dengan perilaku menyimpang karena perilaku kolektif merupakan tindakan bersama oleh sejumlah besar orang, bukan tindakan individu semata-mata. Bila seseorang melakukan pencurian di suatu toko, maka hal ini termasuk suatu perilaku menyimpang, namun bila sejumlah besar orang secara bersama-sama menyerbu toko-toko dan pusat-pusat perdagangan untuk melakukan pencurian atau penjarahan (sebagaimana di sejumah kota di Pulau Jawa pada tahun 1998 dan 1999), maka hal ini termasuk suatu perilaku kolektif. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan (crowd) dan gerakan sosial (civil society). Rangsangan yang memicu terjadinya perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa maupun ide.
0 komentar:
Posting Komentar