Cari Blog Ini

Dasar-dasar Ilmu Politik -edisi Revisi- Review, Resensi,saran dan Kritik

 

Judul                          :          Dasar-dasar Ilmu Politik  -edisi Revisi-
Penulis                        :           Prof. Miriam Budiarjo
Penerbit                       :           Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                :           Januari 2008
ISBN                           :           978-979-22-3495-4
Ukuran                        :           13x20
Jumlah Hal. (Tebal)    :           xxviii + 520 hal



Prof. Miriam Budiarjo (lahir di Kediri, Jawa Timur, 20 November 1923 - wafat di Jakarta, 8 Januari 2007) adalah tokoh luar biasa. Beliau seorang ilmuwan politik senior sekaligus pelaku politik. Pemikirannya telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu politik di Indonesia, beliau ialah putri nomor tiga Prof. Dr. Saleh Mangundiningrat (1896-1962), dokter Keraton Kesunanan Solo dan intelektual disegani sebagai rektor pertama Universitas Cokroaminoto awal 1960-an. Prof. Miriam Budiarjo ini pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) periode 1974–1979, di FISIP UI inilah Prof. Miriam Budiarjo berkhidmat dan buku karangannya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Politik kini telah menjadi buku wajib mahasiswa Ilmu politik di Indonesia.
Edisi pertama buku ini yang terbit pada januari 1977, telah dicetak ulang 30 kali dan tahun 2008 edisi revisi (penyempurnaan) telah diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Perbedaan signifikan edisi revisi ini dengan edisi sebelumnya bukan hanya pada format buku, tapi juga struktur isinya. Penambahan bab baru maupun penggabungan bab dilakukan untuk mengakomodasi keseimbangan isi antarbab, variasi substansi, dan penyusunan alur bab mulai dari materi konseptual menuju materi empirik yang sesuai dengan perkembangan kontemporer.
Buku Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi adalah karya Prof. Miriam Budiarjo yang karena ketidakstabilan kesehatan beliau, maka selanjutnya penulisan edisi revisi ini dibantu oleh para mahasiswanya yang tergabung dalam tim edisi revisi. Ketika menulis buku ini, beliau memberi perhatian khusus pada  pembahasan hak asasi manusia, partisipasi politik dan partai politik, lembaga legislatif, sistem pemilu, undang-undang dasar, konsep dan pendekatan baru dalam Ilmu  politik serta perempuan dan politik.
Tentu saja, bersama berhasil diterbitkannya Buku Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi ini memiliki arti prestasi tinggi yang telah dicapai Prof. Miriam Budiarjo dalam menghadirkan wacana Ilmu politik di Indonesia, dengan kepiawaiannya memformat dan caranya yang berbeda serta khas  inilah beliau mampu mengajak pembaca melihat secara reflektif realitas yang ada di sekitarnya.
Di dalam Buku Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi yang terdiri atas 12 BAB ini Prof. Miriam Budiarjo mengungkapkan berbagai persoalan yang terjadi mengenai dasar-dasar  ilmu politik, seperti konsep-konsep politik, kekuasaan, dan pembuatan keputusan dengan pembahasan yang ringkas, jelas, padat serta menarik, buku ini membawa kita memahami materi konseptual ilmu politik menuju materi empirik ilmu politik yang sesuai dengan perkembangan kontemporer Indonesia dan dunia Internasional ditambah lagi beliaupun cermat memberikan komentar, tanggapan, pujian ataupun celaan dari seluruh bahasannya. Nilai-nilai inilah yang menjadikan buku ini memiliki bobot keilmiahan yang sangat berharga.
Simak saja pada halaman 48 tentang definisi mengenai Negara, dengan kepiawaiannya beliau menjelaskan definisi Negara menurut Roger H. Soltau, Harold J. Laski, Max Weber dan Robert M. Macvler dengan menuliskan format definisi asli dalam bahasa Inggris disertai terjemahan dalam bahasa Indonesia sederhana dan beliau tidak hanya berhenti mengutib definisi para ahli dan menerjemahkan saja tetapi juga memberikan komentar dan definisi umumnya mengenai Negara yang merupakan sari dari definisi-definisi tersebut.
Tidak hanya itu, beliau juga cermat  memberikan komentar, tanggapan, pujian ataupun celaan dari apa yang ditemuinya dalam materi yang dibahasnya. Hal ini dapat menjadi inspirator bagi pembaca dalam menganalisa permasalahan. Hal ini dapat pembaca simak diantaranya dari paragraf penutupnya mengenai BAB VI Undang-Undang Dasar (UUD), dalam paragraf penutup pembahasannya pada halaman 207, beliau mengomentari positif terhadap rumusan UUD 1945, dalam buku tercetak:

“Meskipun demikian, rumusan UUD 1945 cukup memberikan kerangka konstitusional untuk dipakai dalam menghadapi masa depan. Perumusannya juga tidak mengekang generasi-generasi baru untuk berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya…”

Komentar positif lainnya, dapat pembaca temukan dalam paragraf penutup pembahasan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada halaman 219, dalam buku tercetak:

“Sekalipun sifatnya tidak mengikat secara yuridis, namun Deklarasi ternyata mempunyai pengaruh moral, politik dan edukatif yang tiada taranya. Sebagai lambang “komitmen moral” dunia internasional pada perlindungan hak asasi manusia Deklarasi menjadi acuan di banyak Negara dalam undang-undang dasar, undang-undang serta putusan-putusan hakim.”

Tidak hanya komentar positif yang dapat pembaca temukan, namun komentar negatif dapat pembaca temukan pula, seperti dalam paragraf  penutup pembahasan sumber kekuasaan pada halaman 63, dalam buku tercetak:

“Ketidak seimbangan ini sering menimbulkan ketergantungan (dependency); dan lebih timpang hubungan ini, lebih besar pula sifat ketergantunagnnya.”

Kendatipun buku Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi ini memiliki banyak keistimewaan dan telah menjadi buku wajib mahasiswa Ilmu politik di Indonesia, namun masih ada sedikit kekurangan yang ada baiknya tidak dibiarkan begitu saja dan diharapkan untuk diperbaiki atau ditambahkan. Kekurangan ini berupa ketidak tepatan istilah, kekurangan data dan contoh serta istilah asing yang terlewatkan tanpa padanan kata dalam bahasa Indonesia yang tidak seperti umumnya, kekurangan ini nantinya memberikan tanda tanya pada pembaca.
Ketidak tepatan istilah dapat kita temui dalam pembahasan Pergantian UUD pada halaman 182, dalam bahasan perkembangan UUD yang terdiri atas 5 (lima) poin, dalam poin kedua menjelaskan UUD Indonesia ketika masa Republik Indonesia Serikat (RIS), sebaiknya istilah yang dipakai dalam pembahasan UUD ini ialah konstitusi RIS bukan UUD RIS.
Selnajutnya, kekurangan data dapat kita temui dalam pembahasan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948) pada halaman 219, dalam menguraikan Deklarasi ini tidak kita dapatkan waktu dan tempat serta perancang teks Deklarasi ini. Padahal, dengan dilengkapi waktu dan tempat tentu para pembaca akan lebih paham alasan kenapa hari HAM sedunia jatuh pada tanggal 10 Desember, Deklarasi yang terjadi di Paris pada 10 Desember 1948 dengan perumus Illear Rosevelt, ibu Negara Amerika Serikat sekaligus ketua Commission on Human Rights (CHR)  di PBB pada saat itu, sepatutnya ditulis secara jelas.
Kekurangan data lainnya juga dapat ditemui dalam pembahasan Pergantian UUD pada halaman 178, dalam bahasan Pergantian UUD yang terdiri atas 5 (lima) poin, dalam poin keempat menjelaskan UUD 1945 di tahun 1959 mulai berlaku secara keseluruhan NKRI termasuk Irian Barat, faktanya Irian Barat masuk dalam kategori memberlakukan UUD 1945 dimulai pada 1 Maret 1963, ada baiknya dilakukan pemisahan poin berlakunya UUD 1945 berdasar wilayah demi menjadga kevalidan data.
Patut menjadi perhatian pula adalah contoh yang terlewatkan dibahas dan kurang mendapat pembahasan yang tepat, diantara kekurangan ini dapat kita temui dalam pembahasan Ciri-Ciri Undang-Undang Dasar pada halaman 178, dalam bahasan ciri-ciri  UUD yang terdiri atas 5 (lima) poin, dalam poin keempat menjelaskan UUD Federal dan mengkaitkan pada UUD Federal Jerman, alangkah baiknya contoh yang diberikan dalam hal ini tidak sekadar contoh dari Negara Jerman saja, pasalnya di Negara Indonesia juga UUD Federal pernah berlaku, dengan pencontohan UUD Federal Indonesia tentu para pembaca lebih memahami UUD Federal dan perkembangan UUD Indonesia.
Terakhir, meskipun sedikit namun perlu diperhatikan dalam buku ini, ialah tidak dicantumkannya padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk beberapa istilah asing, mungkin ini hanya kata-kata yang terlewatkan, karena pada umumnya setiap istilah asing mendapat padanan seimbang dari bahasa Indonesia. Istilah aristokrat dalam halaman 190, kodifikasi dalam halaman 182 dan vassal serta lord dalam halaman 109, agaknya perlu mendapat perician terjemah bahasa Indonesia.
Dengan segala kelebihan dan sedikit kekuranagan dalam buku ini, pantaslah dengan bobot ilmiah yang sangat berharga, edisi revisi buku Dasar-dasar Ilmu Politik yang ditulis oleh ilmuwan politik senior sekaligus pelaku politik ini lebih komprehensif dan lebih enak dibaca oleh siapa pun yang ingin memperoleh gambaran menyeluruh tentang ilmu politik beserta implimentasinya. Baik untuk kalanagn mahasiswa ataupun khalayak umum yang ingin mempelajari ilmu politik.
PERMASALAHAN MENARIK
Permasalahan menarik dari buku ini, adalah bahasan mengenai partai politik, rasa tertarik ini timbul karena pada tahun 2009 ini Indonesia akan mengadakan pemilihan umum (pemilu) yang akan di ikuti oleh berbagai macam partai dengan segala bentuk dan cita-citanyan yang akan menentukan sosok penggerak dan pemimpin negeri selanjutnya, selain itu, ketertarikan ini timbul pula dari  peristiwa aktual yang dunia tentu memusatkan perhatian padanya, siapa lagi bila bukan salah satu partai politik pemenang pemilu Negara Palestina yakni partai HAMAS, sejak Desember 2008, HAMAS mengalami konflik bersenjata yang tidak seimbang dengan pasukan Negara Israel di jalur Gaza.
Di dalam Buku Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi, bahasan mengenai partai politik ditempatkan pada BAB XI setelah bahasan-bahasan lain yang menjadi awal pokok masalah kenegaraan seperti pembagian kekuasaan, pembagian lembaga negara dan partisipasi politik.
Pembahasan menarik terdapat dalam bagian-bagian seputar pengenalan sejarah partai politik dunia yang awalnya berkembang di Inggris dan Prancis hingga sejarah partai politik di Indonesia, beberapa pemikiran mengenai partai politik, termasuk didalamnya yakni pembahasan mengenai fungsi berbeda partai politik pada setiap struktur negara yang berlaku. Pembahasan ini dikemas dengan sesuai kriteria nilai tambah buku ini, seperti yang telah dijelaskan lebih terdulu.
Dalam pembahasan mengenai partai politik, terdapat sedikit kekurangan dengan tidak disebutkannya pemikran para ahli mengenai arti penting sebuah partai politik secara langsung, untuk hal ini saya rasa ada baiknya ketika ditambahkan pendapat profesor tersohor Universitas Harvard, Samuel P. Huntington, daribukunya yang berjudul, Political Order In Changing Societies. Dalam buku itu ia bersitegas bahwa satu-satunya cara untuk menciptakan pemerintahan yang stabil sekaligus demokratis adalah melalui organisasi politik atau partai politik. Menurutnya:

Organisasi merupakan jalan menuju kekuasaan politik dan oleh karena itu menjadi prasyarat kebebasan politik. Kevakuman kekuasaan dan kewibawaan yang dialami begitu banyak negara yang sedang berkembang dapat diisi untuk sementara dengan kepemimpinan kharismatik atau kekuatan militer. Tetapi yang dapat mengisinya secara tetap adalah organisasi politik. (Organization is the road to political power, but it also the foundation of political liberty. The vacuum of powerand authority which exists in so many modernizing countries may be filled temporary by charismatic leadership or by military force. But it can be filled permanently only by political organization).

Meskipun dalam pembahasan mengenai partai politik ini cukup ringkas, jelas, padat serta menarik, namun ada sedikit ketimpangan dengan hanya fokus mengklasifikasi partai politik di Indonesia dengan sistem dan masa waktunya saja. Dalam buku ini memang ada sedikit perhatian pada klasifikasi partai politik dari segi ideologi tetapi dalam perkembangan kontemporer kurang mendapat kelanjutan, yaitu perkembangan partai politik Indonesia menjadi dua pembatasan antara partai politik agama dan partai politik nasionalis.
Disebutkan dalam buku ini bahwa dilihat dari sudut ideologi dasar , munculnya partai politik di Indonesia secara garis besar adalah sebagai aktualisasi dari tiga aliran atau pandangan politik yang menemukan momentum kelahirannya pada dekade kedua dan ketiga abad ke 20. Ketiga aliran itu ialah Islam, Nasionalis dan Marxisme / Sosialisme. Tetapi kurang dijelaskan apa karakteristik dari partai ideologi agama, partai ideologi Nasionalis dan partai ideologi Marxisme/ Sosialisme.
Penjelasan partai politik Indonesia hingga pembekuan PKI dan PARTINDO pada tahun 1965 seperti dijelaskan pada halaman 442 sangat jelas, terciptanya pengkristalan partai golongan agama yaitu Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Sarekat Islam Indonesia dan Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti) menjadi satu golongan agama dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga pengkristalan lima partai golongan nasionalis yaitu Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) menjadi satu golongan nasionalis dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan menciptakannya presiden Soeharto pada satu golongan karya dengan partai Golkar, seperti dijelaskan pada halaman 446 juga sangat jelas. Dari sana istilah yang diberikan buku dalam gerakan partai politik Indonesia hanya ”tri-partai” yang mengimplikasikan jumlah partai yang ada tiga, padahal ada juga istilah lainnya yang menjurus kritik pada sistem ini, yaitu istilah ”one and half party” yang mengimplikasikan partai yang berkuasa hanya satu dan yang dua lainya hanya dianggap sebelah mata atau sederhananya, diatas sistem partai tunggal tapi tidak mencapai sistem dwi partai atau multi partai.
Nampak juga kekurangan buku ini yakni dalam membahas perkembangan kontemporer partai politik Indonesia menjadi hanya dua golongan yakni golongan agama dan golongan nasionalis. Ada baiknya dijelaskan mengenai tindakan penting Presiden Habibie memutuskan untuk meninggalkan sistem ”tri-partai” (Golkar, PPP, PDI), yang secara paksa diterapkan Presiden Suharto selama hampir lebih dari tiga dasawarsa, tindakan Presiden Habibie  yang menghapus UU Keormasan 1985 mengenai asas tunggal dan akibat dari tindakan itu.
Salah satu akibat dari tindakan Presiden Habibie adalah menjamurnya partai-partai baru. Perkembangan dan perubahan seperti itu menghasilkan munculnya 141 partai yang secara resmi terdaftar pada Departemen Kehakiman. Dari jumlah keseluruhan itu, terdapat sekitar 40 partai Islam. Setelah penyeleksian oleh tim verifikasi pemilu 1999 maka tersisa 48 partai, dari jumlah terakhir ini terdapat sekitar 20 partai Islam. Jumlah yang ternyata lebih banyak dari pemilu 1955 yang hanya diikuti 28 partai politik dan beberapa partai perseorangan dengan jumlah partai Islam hanya 10 partai Islam.
Untuk memudahkan pemahaman, buku ini juga perlu penambahan sub bab mengenai partai Islam, alasannya karena partai Islam mengambil peranan yang cukup berarti bagi perkembangan polititik di Indonesia. Nampaknya perlu ditambahkan pendapat Profesor Azyumardi Azra mengenai definisi partai Islam di Indonesia, isi pendapatnya ialah sebuah partai dikatakan partai Islam melalui dua unsur pokok, pertama, partai-partai itu secara resmi mengadopsi Islam sebagai dasar partai, sebagaimana dikemukakan dalam dokumen-dokumen resmi masing-masing, contohnya ialah PPP, PBB, PKS dan lain-lain. Kedua, partai-partai itu menggunakan simbol-simbol identik atau secara dekat diasosiasikan dengan Islam, seperti gambar ”bulan bintang”, ”ka’bah”, ”kalimat atau tulisan arab” dan sebagainya, contohnya ialah PCD, PIB, PKU PSII dan lain-lain.
Selain partai muslim, ada kedekatan pula dengan partai-partai muslim, yakni partai yang berorientasi kepada kelompok atau kalangan Muslim tertentu (Muslim based parties). Termasuk kedalam kategori ini ialah partai semacam PKB dan pada tingkatan yang lebih rendah semacam PAN. PKB misalnya dapat dikatakan sebagai sayap politik Nahdatul Ulama (NU) sedangkan PAN didukung banyak warga Muhammadiyah yang merupakan sayap modernisme Islam Indonesia.
Setelah mengomentari masalah partai di Indonesia, rasanya perkara partai Hamas yang menjadi topik perbincangan dunia saat ini juga perlu untuk dibahas. Di dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik disebutkan pada halaman 413 bahwa fungsi partai yang tersulit ialah menjembatani yang memerintah dan yang diperintah. Sedangkan yang saya amati ternyata fungsi partai HAMAS di Palestina sudah lebih dari batasan itu dan bisa dikatakan telah menjadi partai politik yang sesungguhnya, pasalnya selain sebagai partai politik HAMAS juga menjelma sebagai lembaga sosial.
HAMAS adalah singkatan  Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah (Gerakan Perlawanan Islam). Fungsi utama HAMAS ialah pembebasan palestina dari tekanan pendudukan Israel dan menjadi kelanjutan dari PLO (Palestine Liberation Organitation) atau  Munazzamat al-Tahrir Filastiniyyah (Organisasi Pembebasan Palestina), kini HAMAS dengan pemimpin Khaled Mashaal menjadi partai Nasionalis Palestina berhaluan Islam yang sangat difokuskan media seluruh dunia.
Peperangan di jalur Gaza yang memakan kerugian jiwa dan harta yang sangat pilu di pihak Palestina adalah tantangan terberat di awal tahun 2009 untuk HAMAS dan Palestina.  Serangan Israel menjadi penghukuman kolektif keseluruh warga Gaza karena tindakan sejumlah serdadu HAMAS. Gempuran ini adalah reaksi yang jauh melampaui proporsi. HAMAS menghadapi doktrin Israel yang telah ada sejak ia berdiri: menyerang besar-besaran dengan mendefinisikannya sebagai pembalasan, atau menyerang terlebih dahulu dengan dalih mencegah ancaman potensial menjadi aktual. Inilah yang dinamakan taktik perang pre-emptive strike.
Saya tidak berpanjang lebar mengenai HAMAS, yang menjadi kesimpulan adalah menurut saya sebagai komentar fungsi partai yang tersulit dalam halaman 413 adalah apa yang dilakukan HAMAS, bukan hanya  menjembatani yang memerintah dan yang diperintah namun sebagai menjembatani (pemersatu) lalu memajukan antara keduanya demi masyarakat yang dicita-citakan.
Kita harapkan semoga partai di Indonesia yang berjumlah sangat banyak ini tidak hanya menjadi wadah yang membuang uang agar terciptanya pemimpin baru. Ditakutkan sekarang ini ialah, Uang menciptakan pemimpin, padahal seharusnya, pemimpinlah yang menciptakan uang bagi kesejahteraan masyarakatnya. Semoga fungsi partai tersulit juga dapat dicapai di negeri ini, mengingat kita adalah Negara paling demokratis ketiga di seluruh dunia dengan pluralisme yang sangat kompleks.

0 komentar:

Posting Komentar