Cari Blog Ini

Dahsyatnya Lobi Israel, John J. Mearsheimer dan Stephen M. Walt

· PENGANTAR

Buku Dahsyatnya Lobi Israel, yang ditulis oleh John J. Mearsheimer dan Stephen M. Walt pertama kali ditulis pada musim gugur tahun 2002. Majalah Atlantic Monthly menjadi pemacu dalam penulisan naskah artikel mengenai pengaruh lobi Israel terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Sebelum penulisan atau ketika penugasan tema penulisan, Mersheimer dan Walt sudah menerima banyak peringatan karena bab yang akan menjadi bahasan tersebut pasti akan menjadi kontroversi. Mersheimer dan Walt menyadari hal tersebut dan mulai menggoreskan tinta, terlebih lagi isu lobi Israel pasca serangan teroris sebelas September (9/11), serta perang Irak, menyebabkan kebencian anti Amerika dan Anti Israel di timur tengah merupakan hal menarik untuk dibahas.

Naskah artikel mengenai pengaruh lobi Israel terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat selesai ditulis Mersheimer dan Walt setelah dua tahun, atas kesibukan mereka pada Januari 2005 naskah artikel yang telah disesuaikan dengan saran-saran majalah Atlantic Monthly dikirimkan, namun secara mengejutkan naskah artikel mereka telah diputuskan oleh majalah bulanan itu untuk tidak diterbitkan.

Mersheimer dan Walt sadar kecil kemungkinan artikel itu dimuat disebabkan isinya atau panjangnya artikel, naskah artikel tersebut disimpan dan sebagian singkat isinya dimasukan oleh Walt dalam buku Taming American Power yang diterbitkan W.W Norton September 2005. Oktober 2005, Mersheimer dan Walt mendapat kabar bahwa Atlantic Monthly telah mengirimkan naskah artikel pada London Review of Books (LRB) dan dengan beberapa revisi pada 23 Maret 2006, artikel Israel Lobby diterbitkan oleh LRB. Respon dari pembaca LRB yang baik membuat salinan lengkap naskah artikel dikirim ke web Faculty Working Papers milik John F. Kennedy School of Government di Harvard yang kemudian mendapat perhatian para cendekiawan Amerika.

Pada Juli 2006, tanggapan artikel semakin baik, lebih dari 275.000 pembaca telah mendownload versi lengkap di situs Kennedy School. Sesuai dugaan badai kritik menghadang Mersheimer dan Walt merka mendapat gugatan sebagai Provokator Anti Semit dari Anti Defamation League dan dikritik oleh penulis-penulis di Jerusalem Post, New York Sun, Wall Street Journal dan Washington Post. Suarat kabar New Republic sampai menerbitkan empat artikel terpisah yang menyerang artikel mereka dan beberapa artikel di surat kabar lain menyatakan Mersheimer dan Walt melakukan kesalahan sejarah dan kesalahan fakta.

Namun seiring dinamika yang semakin ramai, para pendukung Mersheimer dan Walt muncul dari kalangan Yahudi maupun non-Yahudi. Meski terdapat beberapa poin yang tidak sepakat namun para pendukung ini setuju seharusnya dilakukan telaah yang lebih jauh. Seperti Mersheimer dan Walt prediksi dari luar negeri Amerika para pembaca mendukung artikel yang ditulis mereka, bahkan dukungan datang dari warga Israel sendiri, nada hormat dan dukungan muncul di New York Times, Financial Times, New York Review of Books, Chicago Tribune, New York Observer, national Interest dan Nation.

Setelah serangkaian simposium dan eksplorasi yang dilakukan berkali-kali oleh para ahli dan masyarakat terhadap artikel tersebut. Maka Mersheimer dan Walt merinci karyanya dalam sebuah buku yang dalam edisi Indonesia diberi judul “Dahsyatnya Lobi Israel, Bagaiman suatu kelompok kepentingan di Amerika Serikat menciptakan kekacauan di Timur Tengah, merusak Israel itu swndiri dan mengancam perdamaian dunia

· PENDAHULUAN

Amerika pada tahun 2008 akan memulai hidup demokrasi yang baru dalam pemilihan umum presiden. Ciri-ciri kampanye yang akan digelar mudah ditebak, pokok persoalan dalam negeri seperti kesehatan, aborsi, perkawinan sesama jenis, pajak, pendidikan, imigrasi serta pokok persoalan luar negeri seperti kebijakan Amerika-Irak, krisis Darfur, nuklir Iran, permusuhan Rusia dan kebangkitan China menjadi persoalan yang asyik dengan perbedaan pendapat dari setiap calon presiden.

Para calon presiden Amerika Serikat yakni John Edwars (Demokrat), Mitt Romney (Demokrat), John Mc Cain (Republik), Newt Gingrich (Republik), Hillary Clinton (Demokrat), Barrack Obama (Demokrat), Sam Brownback (Republik), Bill Richardson (Demokrat) dan lainnya dalam masalah dalam dan luar negeri Amerika selalu menunjukan perbedaan, namun dalam mengungkap sentiman yang pro-Israel mereka sepakat dengan sangat semangat atau bahkan saling meninggikan semangat.

Sebagian mengatakan karena Israel adalah aset strategis vital Amerika Serikat, sebagian menjawab ada kewajiban moral yang kuat untuk memberikan dukungan karena persamaan nilai-nilai Amerika, namun ketika diteliti argumen-argumen tadi selalu gagal mencapai kata “benar”, alasan yang tepat mengapa politisi begitu sungkan membahas Israel dalam bahasannya dikarenakan kekuatan politik lobi Israel .

Lobi Israel merupakan koalisi tidak mengikat namun bekerja baik dalam perorangan maupun oragnisasi kepada suatu arah pro-Israel. Lobi Israel bukan merupakan gerakan tunggal atau perserikatan, bukan cabal atau konspirasi namun mereka kelompok kepentingan yang perkasa, kelompok kepentingan paling kuat yang terdiri atas orang Yahudi dan non Yahudi, meski kadang dalam kelompok lobi ada ketidak sepakatan namun mereka sama-sama bertujuan ingin menjalin hubungan istimewa Amerika dan Israel.

· LOBI DAN KEBIJAKAN TIMUR TENGAH AMERIKA

Kelompok lobi memiliki kekuatan yang penting bukan hanya pada saat kampanye namun dalam penentuan kebijakan luar negeri AS. Sejak awal republik berdiri, Amerika telah beraktivitas besar di timur tengah, bagi sebagaian kristiani mereka mengaitkan hal ini dengan kisah tanah suci dan peran Yudaisme yang mendorong Amerika tergerak mendukung pemulihan tanah air bangsa Yahudi, namun peran aktif Amerika bukan semata karena hal tersebut.

Keterlibatan signifikan Amerika lebih didasarkan pada politik keamanan kawasan, keberadaan minyak dan anti komunisme. Hal ini ditunjukan dengan tuirut serta Amerika dalam membagi kemaharajaan Ottoman dalam deklarasi Balfour, kemitraan dengan Arab Saudi serta pembentukan komitmen aliansi NATO dengan Turki serta pembentukan pakta anti soviet dengan Baghdad Irak.

Pada perang enam hari pada tahun 1967, Amerika menunjukan fokus utama mereka pada Israel, dalam melaksanakan kebijakan pro-isreal ini telah membuat Amerika menjauh dengan Iran hingga kini. Pada 2006 presiden Bush dengan tegas membela Israel dalam perang musim panas dengan Libanon, hampir semua negara mengecam tindakan Israel kecuali negara Amerika, melalui kedua tokoh partai politiknya Amerika secara terbuka membela Israel.

Secara berani memang beberapa dukungan Amerika merugikan Amerika sendiri, seperti yang dirasakan saat ini dengan mengalirnya api anti-Amerika ke seluruh dunia Arab dan dunia Islam yang sejalan dengan membesarnya tindakan terorisme. Tindakan Amerika juga membuat Israel porak poranda dalam jangaka panjang. Namun hingga kini kelompok lobi Israel masih tetap menguasai Amerika dalam kebijakan-kebijakannya.

· SULITNYA BERBICARA TENTANG LOBI ISRAEL

Amerika adalah negeri yang plural, Amerika terbentuk atas etnik-etnik yang mencoba mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika. Warga Amerika keturunan Cuba mencoba mengembargo rezim Castro, keturunan Armenia mencoba menyakinkan dunia akan genosida armenia, begitu pula keturunan India, Azerbaijan dan lain-lain. Namun untuk berbicara tentang lobi Israel, pengaruh lobi Israel begitu perkasa sehingga akan melabrak siapapun yang akan menghalangi jalannya. Amerika telah membantu Israel pada masa sulitnya dan tetap fokus membantu hingga seterusnya. Ketika ada yang mempertanyakan tindakan Israel di Amerika maka mereka yang bertanya akan segera merasa tidak nyaman, ia akan di cap anti semitisme, disamakan dengan para pembantai Yahudi sejak 2000 tahun silam.

Lebih dari itu, yang membuat sulit berbicara tentang lobi Israel disebabkan pendukung Yahudi Amerika telah memiliki pos-pos strategis dalam Bank, Media, dan seluruh lembaga penting Amerika lainnya. Mereka menolak untuk disebut ber-kesetiaan ganda antara Israel dan Amerika karena Yahudi di Amerika merupakan penyumbang terbesar yang paling efektif dalam menegakan sejarah demokrasi sejak awal berdiri republik.

· CARA MERSHEIMER DAN WALT MENGANGKAT MASALAH

Mersheimer dan Walt mengangakat masalah dahsyatnya lobi Israel dengan sangat cermat dan nikmat di telusuri. Mereka menulis dalam 11 bab yang mendasar dari opini yang didukung fakta kontemporer. Adapun bahasan-bahasan dalam buku ini meliputi :

1. Sang Dermawan Besar, dalam bab ini dijelaskan peran Amerika baik ekonomi maupun militer pada negara Israel.

2. Israel, Aset Strategis atau Beban, dalam bab ini dijelaskan alasan dukungan Amerika dan apa yang akan Amerika raih

3. Alasan Moral Yang Terus Merosot, dalam bab ini dijelaskan pertimbangan-pertimbangan yang terjadi diantara kerjasama yang terjalin.

4. Apa Yang Disebut Lobi Israel, dalam bab ini dijelaskan komponen-komponen lobi yang berkembang dan organisasi-organisasi pro Israel terpenting yang ada.

5. Mengarahkan Proses Kebijakan, dalam bab ini dijelaskan strategi-strategi yang digunakan oleh kelompok lobi dalam mempengaruhi pemerintah

6. Mengatur Wacana Publik, dalam bab ini dijelaskan strategi-strategi yang digunakan oleh kelompok lobi dalam mempengaruhi masyarakat

Kemudian pada bab 7 (tujuh) hingga bab 11 (sebelas) dijelaskan aksi-aksi lobi Israel di Amerika yang meliputi berbagai persoalan di kawasan timur tengah

7. Lobi Vs Bangsa Palestina,

8. Irak dan Mimpi Mengubah Timur Tengah

9. Membidik Suriah

10. Iran di Titik Sasaran

11. Lobi dan Perang Libanon Kedua

Di bawah ini akan dilakukan perincian isi dari setiap bab yang ada pada buku “Dahsyatnya Lobi Israel, Bagaiman suatu kelompok kepentingan di Amerika Serikat menciptakan kekacauan di Timur Tengah, merusak Israel itu swndiri dan mengancam perdamaian dunia

· BAB I, Sang Dermawan Besar

Dengan bantuan Amerika, Israel telah tumbuh menjadi sebuah negara yang kuat dan modern. Ucapan terimakasih yang diungkapkan para pemimpin Israel lebih dari sekedar ungkapan namun merupakan penggambaran akurat atas sokongan yang luar biasa telah sekian lama diberikan Amerika Serikat kepada negara Yahudi.

154 miliar dolar Amerika dalam bantuan ekonomi diberikan oleh Amerika terhadap Israel sampai tahun 2005. Jumlah yang sebenarnya diberikan Amerika akan lebih dari jumlah resmi bantuan yang dilaporkan. Bantuan Amerika telah masuk ke Israel sejak perang dunia II, dan sempat terganggu pada era 1950an dikarenakan merenggangnya Amerika dengan dunia Arab atas dukungan berlebihnya pada Israel. Namun gangguan hubungan Amerika dan Israel pulih kembali pada akhir tahun 1950an, Pemerintah Kennedy menyatakan komitmen terhadap keamanan Israel. Kennedy menyatakan bahwa hubungan khusus Amerika dan Israel hanya dapat dipadankan dengan hubungan khusus Amerika dan Inggris.

Dalam perang enam hari tahun 1967 Amerika tercatat sebagai penyumbang terbesar Israel dengan jumlah rata-rarta 63 juta dolar Amerika per tahun pada tahun 1949-1965, naik menjadi 102 juta dolar Amerika pertahun pada 1966-1967, serta melambung menjadi 634,5 juta dolar Amerika pada 1971 dan terus meningkat setelah perang Yom Kipur 1973. Total bantuan Amerika dari pajak yang tercatat pada 2003 ialah 3 (tiga) miliar dolar pertahun. Dalam tahun-tahun terakhir 75 % bantuan Amerika berupa bantuan militer dan sisanya bantuan ekonomi. Bila dihitung rata rata, maka akan mensubsidi langsung masyarakat Israel sejumlah 500 dolar Amerika pertahun.

Israel menerima bantuan yang menguntungkan dengan syarat-syarat yang mudah. Isarel menerima bantuan tanpa harus membuat laporan penggunaan. Amerika juga menjamin Israel meminjam uang dari bank-bank komersial dengan bunga rendah. Tambah lagi dalam jumlah dua miliar dolar Amerika pertahun juga diterima Israel dari sumbangnaan pribadi para dermawan di Amerika. Dana bantuan pada Isrel telah luar biasa membantu dan sebenarnya pantas untuk negara-negara tertindas lainnya. Pada tahun 2006 Israel menduduki peringkat ke 26 dalam negara dengan pendapatan perkapita terbesar di dunia.

Bantuan yang besar diberikan Amerika dalam hal bantuan militer. Israel memperoleh akses yang mudah dalam memperoleh senjata unggulan Amerika (pesawat f16, helikopter balckhawk, cluster bomb, smart bomb dan sebagainya). Selain itu, Isreal diberikan kebebasan yang sebesar-besarnya dalam membelanjakan anggaran keamanan dan Amerika mendukung secara luas pengembangan proyek militer Israel seperti pesawat lavi, tank merkava, dan peluru kendali arrow.

Pada tahun 1988, Amerika meneken MOU (memorandum of understanding) kesepahaman dengan Israel dan menjadikan Israel sebagai sekutu besar AS bukan NATO bersama Australia, Mesir, Jepang dan Korea Selatan. Dengan menjadi sekutu AS maka negara-negara tersebut akan lebih mudah mengembangkan senjata militer dari AS.

Pada tahun 2008 stok senjata Amerika di Israel mencapai 400 juta dolar Amerika. Kerjasama meluas hampir pada semua program termasuk intelijen yang telah dimulai pada tahun 1950-an. Kini Israel bebas mendirikan senjata nuklir, senjata kimia dan senjata biologis meski belum merativikasi konvensi mengenai senjata-senjata tersebut.

Amerika dengan bantuannya bukan memanfaatkan Israel, tetapi sebaliknya. Ketika Amerika tidak sepihak dengan Israel terbukti bukan ancaman penghentian bantuan yang dilakukan Amerika melainkan berunding dengan meningkatkan bantuan. Nixon, Ford, Carter, Clinton, Bush serta Bush Junior pernah mengalami ketidak sepihakan dengan Israel dan memaksa Amerika untuk meninjau bantuan yang lebih baik.

Selain bantuan ekonomi dan militer Amerika juga melindungi secara diplomatik dan dukungan semasa perang dengan Israel. Selama perang Amerika selalu menyakinkan pihak-pihak lain demi mendukung Israel seperti dilakukan pada saat Amerika berhasil meyakinkan Raja Hussein dari Jordan untuk tidak ikut perang melawan Israel. Dapat dikatakan bahwa Amerika terlalu sering menjadi pengacara Israel.

· BAB II, Israel, Aset Strategis atau Beban

Akan mudah dipahami dukungan ekonomi, militer dan diplomasi Amerika bila Israel berupa kepentingan strategis Amerika. Hal ini menguat sejak Steven Spiegel dan A.F.K. Orgaski berpendapat bahwa Israel adalah aset strategis besar dalam perang dingin dan menyatakan bahwa bantuan Amerika tidak setimpal dengan manfaat yang Amerika terima.

Israel pada masa perang dingin menjadi aset strategis mendorong pengaruh Uni Soviet di timur tengah. Saat bipolarisme tersebut dimanfaatkan Amerika dengan memberi jarak dengan Israel demi mendekati arab saudi. Pendekatan ini memustahilkan Mesir dan Suriah merebut wilayahnya yang direbut Israel, dan berhasil pada tahun 1970 dengan memaksa Mesir berdamai dengan Israel pada tahun 1970.

Amerika dicap sebagai pewaris penjajah terdahulu oleh para negara arab. Hal ini berlangsung sejak perang dingin hingga era modern yang ditandai serangan teroris 9/11. Dalam situasi seperti ini Israel dipandang lebih menjadi beban Amerika serikat, namun Amerika selalu memiliki alasan yang berbeda-beda sesuai eranya dalam menjawab kemitraannya dengan Israel, hal ini akan dijelaskan pada bab III. Hingga saat ini alasan baru sebagai “Mitra Melawan Teror” menjadi jargon keakraban antara keduannya.

· BAB III. Alasan Moral Yang Terus Merosot

Amerika memiliki berbagai alasan moral demi mendukung Israel, meskipun alasan-alasan ini sekarang semakin tidak dapat dipertanggung jawabkan, diantara alasan tersebut ialah :

a. Mendukung pihak yang lemah, seperti mencitrakan Israel sebagai david kecil diantara pada Goliath Arab, hal ini tidak terbukti secara data dan fakta.

b. Membantu sesama pengusung demokrasi, inilah alasan yang sering dilontarkan para pendukung Israel namun bila dilihat lebih teliti ada sebuah tabrakan antara arsitek demokrasi Amerika yang plural dengan arsitek demokrasi Israel yang khusus Yahudi.

c. Kompensasi kejahatan masa silam, sejak ribuan tahun Yahudi memang ditindas seperti yang didokumentasikan dalam kitab suci injil maupun catatan sejarah eropa. Namun yang penting ialah penderitaan Yahudi tidak perlu didukung Amerika dengan menderitakan masyarakat Arab.

d. Israel yang beradab Vs Arab yang jahat, ada cerita yang diulang-ulang oleh Amerika dan dibesar-besarkan mengenai, perang dan serangan dari bangsa Arab. Padahal korban sipil yang tercatat mencuat dicetak oleh Israel yang didukung Amerika.

e. Mitos Camp David, dalam alasan mitos camp david diibentuk opini yang menyudutkan bahwa bangsa palestina telah dibawa pada gerbang perdamaian namun mereka ingin tetap berperang.

f. Mendukung Israel adalah kehendak tuhan, argumentasi ini dibuat oleh sekte-sekte kristiani yang beralasan terciptanya kerajaan Yahudi penting untuk perang terakhir di akhir zaman dan negara Israel adalah kehendak tuhan. Untuk alasan ini rasanya aneh ketika etika sekte kristiani ini harus mendukung Israel yang saat ini membuat kerajaan Yahudi dengan menindas dan merampas hak bangsa palestina.

Dari enam argumentasi diatas alasan moral tidak ada yang dapat dipertanggungjawabkan namun yang terjadi saat ini ialah hubungan tersebut ternyata terus berkemabang dan semakin mendalam. Dalam kasus ini Mersheimer dan Walt masih sulit menjelaskan teka-teki alasan yang tepat.

· BAB IV, Apa Yang Disebut Lobi Israel

Mersheimer dan Walt menyakini kegitan kelompok dan individu yang membentuk lobi sebagai penentu utama kebijakan-kebijakan timur tengah Amerika, yang cenderung konyol dari sisi strategi maupun moral. Bukti lobi sebagaimana dijelaskan pada bab I adalah bukti yang nyata mengenai lobi Israel.

Kata “Lobi” digunakan oleh Mersheimer dan Walt, untuk koalisi longgar yang secara aktif berusaha membentuk kebiajakan Amerika yang pro-Israel. Lobi tidak hanya mempengaruhi Amerika dalam hal formal namun dalam hal kelompok kepentingan yang lebih luas lagi. Ada kelompok yang secara jelas sebagai kelompok komunitas pro-Israel seperti Zionist Organization of amrica (ZOA), serta individu-individunya serta ada pula komunitas yang secara samar sebagai kelompok pro Israel seperti, Nastional Association of Arab America, Columbia University Rashid Khalidi dan kelompok-kelompok lain yang ternyata bersifat mendua. Lobi Israel tidak bersifat terpusat, hierarki, dan struktural anggota dengan ritual atau kartu anggota. Meski demikian, namun kelompok inti lobi Israel dapat dilihat dari organisasi American Israel Public Affairs Commitee (AIPAC), Washington Institute for Near East Policy (WINEP), Anti Defamation League (ADF) dan Christian United for Israel (CUFI).

Mersheimer dan Walt menyebutkan tidak setiap gerakan mendukung Israel dapat disebut lobi Israel, namun mereka mengatakan kelompok lobi ialah mereka yang secara aktif menggerakan kebijakan Amerika. Robert H Trice mencatat pada tahun 1981 terdapat 75 organisasi berbeda yang aktif mendukung Israel.

Dalam sejarah Amerika yang plural, Melvin I. Urofsky dan Steven T. Rosenthal berpendapat tidak ada warga negara yang memiliki komiitmen begitu besar terhadap keberhasilan sebuah negara selain orang Yahudi Amerika terhadap Israel. Mersheimer dan Walt mengingatkan dengan tegas meskipun demikian, namun lobi Israel bukan sinonim dengan lobi Yahudi. Karena sepertiga dari Yahudi Amerika (36% dari survei tahun 2004) tidak mengganggap Israel menjadi sebuah isu yang penting.

Masyarakat Yahudi tidak satu suara mengenai zionisme namun dengan kejahatan perang dunia kedua dan perjuangan Hitler pada etnik Yahudi membuat mereka menjadi saling terikat. Keterikatan itu kini tetap berkembang dalam AIPAC, American Jewish Congress, ZOA, Israel Policy Forum, American Jewish Commite, Religious Action Center of Reform Judaism, American For Safe Israel, Mercaz USA dan masih banyak lagi. Kelompok yang telah bergerak dalam sejarah panjang Amerika tersebut mampu memperngaruhi legislatif dan eksekutif Amerika dengan kekayaan dan pengaruh tokoh-tokohnya.

Ada rasa bersalah ketika masyarakat Amerika melakukan double check terhadap pemerintah Israel. Norma yang menancap di Amerika ialah tidak melayangkan kritik di depan umum terhadap Israel. Pernah ada situasi yang lebih terbuka dengan organisasi kritik bernama Breira pada 1971, hasilnya kecil pengikut terhadap organisasi ini dan menimbulkan kontroversi.

Lobi Israel yang berlangsung saat ini lebih bergerak ke kanan, dengan paham liberal mereka mendukung kebijakan-kebijakan demokrat pada umumnya, termasuk kebijakan perdamaian dengan solusi dua negara ala demokrat. Selain dengan kelompok kanan, para pelobi bergerak mengakar dalam kelompok neo-konservatif Amerika. Neo-konservatif percaya akan kemaharajaan Amerika dengan kedigdayaan yang harus dipertahankan melalui demokrasi dan mebuat jera pada calon saingan Amerika, melestarikan dominasi merupakan jalan terbaik bagi neo konservatif dalam menjaga perdamaian jangka panjang. Para kelompok lobi juga bergerak pada kelompok zionis kristen melalui teologi datangnya kristus pada negara Yahudi.

Lobi Israel adalah lobi yang tidak berbeda dengan lobi pertanian, lobi pekerja, lobi industri baja, lobi industri tekstil, sejumlah lobi etnik yang unggul dan membuat mereka berbeda. Lobi Israel dengan cara yang terdalam memiliki kunci untuk mampu masuk secara efektif yang menakjubkan.

· BAB V, Mengarahkan Proses Kebijakan

Dalam mengarahkan kebijakan, lobi Israel menggunakan perangkat di capitol hill, legislatif, eksekutif dan pegawai staf di capitol hill dengan strategi-strategi taktik lobi yang bervariasi. Bagaiman lobi Israel bekerja dalam legislatif, selain dengan putra Yahudi yang terpilih dalam senat terdapat pula dukungan bagi para senat yang terbanyak didadapat dari para pelobi Israel. Harry Lonsdale, seorang calon legislatif yang gagal mengungkapkan kunci pentingnya dukungan lobi Israel. Harry harus menyatakan bahwa ia adalah pro-Israel, lalu ia akan merapatkan diri pada AIPAC, ketika AIPAC mengundang dan sukses mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada Harry maka ketika nilai yang baik diberikan oleh AIPAC itu berarti ia akan diberi daftar para pendukung pro Yahudi yang akan menenangkan biaya kampanye.

Bagaimana dalam penciptaan eksekutif yang pro Israel. Perjuangan yang serupa juga dilakukan pada calon presiden dan calon gubernur, meski kadang mereka lebih bebas dari tekanan dibanding yang diraskan anggota kongres. Namun kelompok pro-Israel tidak dapat dibuat sakit hati agar para calon eksekutif tersebut sukses karena mereka telah melobi pula para pemilih di tingkat masyarakat dalam membentuk pemimpin pro Israel.

Selain dalam proses pemilihan, kelompok pro-Israel memilih para anggotan staf lain yang juga satu pemikiran. Mereka menjaga penyimpangan pemerintah dari dukungan terhadap Israel, kekuatan donor dan pengaruh lobi Israel membuat Amerika dalam satu suara yang kokoh.

· BAB VI, Mengatur Wacana Publik

Bagaimana usaha kelompok lobi Israel menyingkirkan para pengkritik dan penentang kebijakan hubungan khusus Amerika dan Israel?, jawabannya dijawab dalam bab ini. Mersheimer dan Walt mencoba menjawab dengan taktik-taktik menggunakan jalur kekerasan dan jalur penyaluran wacana publik. Mersheimer dan Walt menjelaskan bahwa jalur kedua dengan penyaluran wacana publik lebih menjaga kebijakan pro-Israel.

Elemen-elemen utama yang dilakukan kelompok lobi dengan wacana publik memilih jalur media, think tank dan dunia akademik. Orang Yahudi mengendalikan media adalah sebab media Amerika tidak terpikirkan dalam mengkritik Israel. Adapun artikel yang merupakan opini kelompok pengkritik Israel, untuk hal ini kolumnis media akan menyeimbangkan hal tersebut. Selain surat kabar, majalah dan televisi memiliki pengaruh yang serupa.

Think tank dan dunia akademik juga melakukan pikiran yang satu arah. Kelompok think tank berkait dengan kelompok media dan apapun yang dibahas membuat mereka hanya seperti pemandu sorak Israel yang tak kenal lelah, begitu pula para akademisi, pengawasan yang ketat, penyeleksian staf pengajar, dermawan Israel pada universitas membuat iklim akademis yang ramah Israel.

Hasil dari pengaturan wacana publik ini ialah kekhawatiran timbulnya anti semitisme baru di eropa dan akan mempengaruhi Amerika. Situasi buruk awal abad ke 20 di eropa terhadap masyarakat Yahudi merupakan kengerian yang saat ini dihadapi Amerika. Kengerian ini ditanggapi dengan pemikir-pemikir berbakat Amerika yang mengarahkan pada dunia, bahwa tindakan anti semitisme harus dihindari, hingga kini pemikir berbakat masih berhasil menjaga konsistensi lobi Israel.

· BAB VII, Lobi Vs Bangsa Palestina

Kelompok lobi selalu berusaha membuat timur tengah yang akrab terhadap Israel, namun sasaran ini sulit dicapai karena berhadapan dengan negara-negara arab radikal. Pintu peredaan anti Amerika di timur tengah pernah hampir terbuka pada awal tahun 2002 atas prakarsa Presiden Bush dengan dukungan membentuk sebuah negara Palestina.

Dalam bab ini dijelaskan usaha Washington yang tidak mendapat restu dari Yerusalem dalam kebijakan luar negeri tersebut. Para pembesar Yerusalem kebakaran jenggot dengan keputusan bush dan merasa Amerika akan menjual Israel demi mendapat senyum bangsa arab selepas serangan teroris 9/11. Ariel Sharon marah besar pada Bush dengan dekatnya Amerika pada Iran, Suriah dan negara arab lainnya.

Disinilah lobi berlaku dengan sangat gencar, para pemangku jabatan di yerusalem mengganggap palestina adalah teroris, mereka menyakinkan hal ini di Amerika dengan menyatakan musuh washington dan Yerusalem sama-sama teroris, kedua negara harus saling membantu pemberantasan masalah yang saling berhubungan. AIPAC bertindak dengan mengingatkan bush bahwa usaha yang dilakukannya adalah keberhasilan kelompok yang menginginkan Amerika kalah dalam perang melawan terorisme. Kelompok-kelompok pro-Israel mengulang hal mendasar mengenai terorisme dan menolak hal ini.

Lobi Israel dilakukan pula dalam kongres dan media-media, lobi diperkuat dengan datangnya Sharon ke gedung putih. Publik secara segera mengangkat isu bahwa Palestina tidak ada niat baik, Arafat sebagai pemimpin dianggap membiarkan terjadi insiden Karine A pada januari 2002. Peta jalan Amerika di timur tengah pada akhirnya kembali harus menyesuaikan kehendak terhadap Israel.

· BAB VIII, Irak dan Mimpi Mengubah Timur Tengah

Mengapa Amerika menyerbu Irak, dalam buku Assasin Gate : Amerika in Iraq, George Packer menyatakan bahwa alasannya masih mustahil dipastikan dan tetap menjadi ciri utama seputar perang tehadap negara yang bercita-cita mengubah Timur Tengah itu. Richard Hass seorang direktur perencanaan kebijakan luar negeri dalam departemen luar negeri selama pemerintahan Bush berkata ”belum tahu jawabannya bahkan setelah masuk liang lahat”. Tidak ada hubungan antara Saddam Husein dan Osama bin Laden, tidak ada campur tangan pemimpin Irak dengan organisasi Al-Qaeda, namun Bush mengambil kebijakan menyerbu negara yang sebenarnya telah pada genggaman pentagon. Hal ini menjadi membingungkan dalam hubungan luar negeri Amerika serikat.

Anggapan yang beredar luas ialah bahwa langkah Bush melakukan penyerbuan sebagai perang melawan teroris, dengan digulingkan Saddam dari singgasananya, maka Amerika menyakinkan dunia bahwa teroris tidak akan berbuat banyak pasca 9/11. Namun variabel yang terpenting dari anggapan tersebut ialah kuatnya lobi Israel dalam meruntuhkan ambisi Saddam yang ingin mengubah Timur Tengah.

Meski bukan alasan satu-satunya, namun lobi Israel adalah faktor yang sangat penting. Dalam majalah Time, Joe Klien menulis “sebuah Israel yang lebih kuat tersimpan sangat rapi di balik alasan untuk berperang dengan Irak. Ini bagian argumentasi yang tidak boleh diungkapkan, sebuah fantasi yang diam-diam didukung oleh faksi neokonservatif dalam pemerintahan Bush dan oleh banyak tokoh komunitas Yahudi lainnya”. Beberapa senator dan tokoh Amerika menunjukan dengan tegas bahwa kelompok pro-Israel memang penggerak utama perang Irak.

Penyerangan terjadi karena PM Israel pada 12 Agustus 2002 menyatakan pada komite Bidang Luar Negeri di Knesset, Sharon mengatakan Irak adalah ancaman paling besar yang dihadapi oleh Israel. Pada 16 Agustus 2002, wakil presiden Dick Cheney mengungkapkan kampanye perang Irak dan beberapa surat kabar, televisi dan radio melaporkan Isreal mendesak Amerika menyerang Irak.

Kelompok neokonservatif Amerika dalam hal ini berhasil sebagai motor penggerak perang Irak. Sebagian besar kelompok neokonservatif ialah turunan Yahudi, meskipun sebagian lagi bukan Yahudi namun mereka sama-sama terobsesi menunjukan bahwa Saddam bersalah. Tokoh tokoh dan kelompok seperti American Jewish Congress, Washington Post, AIPAC dan ADL yang mendukung gerakan Yahudi melakukan hal serupa meski sebagian dengan tata cara yang tidak terang-terangan.

Pertanyaan besar muncul, Apakah perang ini demi minyak?. Mersheimer dan Walt menjawab dalam bab ini bahwa bila alasan Amerika adalah minyak maka Amerika tidak perlu berperang untuk mendapatkannya. Gagasan perang karena minyak timbul dari dokumenter karya Michael Moore dengan Fahrenheit 9/11-nya. Tidak ada bukti yang kuat bahwa perang ini demi minyak karena sudah jelas Amerika dengan Perusahaan minyak telah sangat akrab dalam menciptakan uang dengan kerjasama dan tidak dengan menciptakan perang.

· BAB IX, Membidik Suriah

Amerika memiliki hubungan diplomatik yang rumit dengan Suriah sejak hampir lima puluh tahun yang lalu. Rezim Partai Baath di Suriah kala itu menjadi kaki tangan Uni Soviet di kawasan timur tengah. Bush mengkategorikan Suriah sebagai negara bandit, setelah mengganyang Baghdad Irak pada April 2003, maka terdapat wacana Washington akan menampar Damaskus, Suriah.

Sebenarnya bila dilihat dengan jeli, Suriah bukan ancaman apa-apa bagi Amerika. Angkatan Perang Amerika tidak mudah dibandingkan dengan Suriah, SDM dan SDA di Suriah tidak begitu nyaman, program senjata nuklir dan pemusnah masal bukan alasan bagi negara seperti ini. Alasan Amerika campur tangan dengan mengganggu Suriah ialah gerakan Hizbullah, Hamas dan kelompok Jihad Islam yang berperang melawan Israel. Biasanya Suriah dan Al-Qaeda bermusuhan, namun mereka memiliki musuh yang sama yakni Israel. Dukungan terhadap terorisme global akhirnya dibuat-buat Amerika untuk merontokan Suriah. Hafidz Al-Assad sebagai pemimpin Suriah faktanya tidak ingin merenggang dengan Amerika lewat dialog dengan Clinton pada era 1990-an, namun pimpinan Israel menolak dan melancarkan serangan konfrontasi pada Suriah.

Dataran tinggi golan adalah akar konflik Suriah dan Israel. Daerah yang berhasil direbut Israel pada 1967 ini membuat kesulitan Suriah dengan pengusiran delapan puluh ribu penduduknya dan mengalirnya imigran dari Palestina ke Suriah. Israel-Suriah telah berulang kali mengadakan kesepakatan tentang dataran tinggi Golan yang saat ini hampir seluruhnya kembali kepada Suriah. Namun lagi-lagi Israel tidak sepenuh hati mengembalikan dataran tinggi Golan, dengan dukungan neo-konservatif pula Amerika dengan leluasa memasuki sengketa ini dengan alasan pemberantasan terorisme.

· BAB X, Iran Di Titik Sasaran

Amerika serikat telah mengintervensi Iran sejak kudeta Pahlevi tahun 1953, revolusi Iran tahun 1979 hingga Iran modern saat ini yang membuat hubungan tidak baik antar keduanya. Iran adalah tantangan yang lebih serius bagi Israel dan Amerika dari pada Suriah, akan tetapi ada tiga hal mendasar yang membedakan Iran dan Suriah.

Pertama ialah Iran yang sedang berusaha menguasai teknologi daur ulang nuklir secara penuh,kedua pemipin-pemimpin Iran terutama Ahmadinejad yang kini menjabat dengan menyeru dunia dengan ungkapan “ Israel akan dihapuskan dari halaman waktu” dan ketiga, Iran adalah negara dengan azas Isalm yang terkuat di negara teluk dengan kemungkinan mendominasi kawasan kaya minyak ini.

Iran yang makin kuat merupakan ancaman yang tidak baik bagi Amerika dan hal serupa dirasakan pula oleh negara-negara timur tengah lainya selain Israel. Meraka curiga Iran akan menyerbu mereka, mereka curiga Iran yang Persia akan menindas Arab dan mereka curiga golongan Syiah akan mengalahkan golongan Suni.

Namun rogram yang paling ditakuti Amerika dari Iran ialah program nuklirnya. Ada tiga opsi Amerika untuk menghalau program ini yakni dengan tekanan militer bukan perang, dengan membentuk koalisi anti Iran dengan negara arab dan dengan Amerika yang melakukan kesepakatan besar dengan Iran. Israel dan kebanyakan organisasi utama lobi dan neokonservatif Amerika memilih pilihan kedua meski merupakan pilihan yang sangat berat pelaksanaannya.

2007, melalui kebijakan luar negeri Bush, Iran masuk dalam tekanan yang kuat mengenai nuklirnya, namun Iran bukanlah negara yang lemah yang mudah menyerah. Tidak seperti Irak yang diserbu dengan tragis dan Suriah yang dikonfrontasi dengan tragis, Iran saat ini yang ditekan dengan keras masih mampu melawan dan menyumbangkan pembenci Amerika baru yang sebaliknya sangat menyulitkan Amerika.

· BAB XI, Lobi Dan Perang Lebanon Kedua.

Musim panas 2006, Israel berperang selama tiga puluh empat hari di Libanon. Pada tanggal 12 Juli 2006, Hizbullah, kelompok Syiah bersejata yang mengusai Libanon Selatan melintasi perbatasan Israel melakukan penyergapan, menawan dan membunuh serdadu Israel. Sebagai balasan Isrel Defence Force (IDF) melancarkan serangan udara ke Libanon yang menewaskan lebih dari seribu seratus warga Libanon.

Meski mendapat segala dukungan Amerika namun Israel gagal meraih tujuan politik melawan Hizbullah. Letnan Jenderal Dan Halutz sebagai kepala staf IDF mengundurkan diri karena tujuan perang Israel tidak jelas dan mustahil dicapai. Meski kesalahan ada di pundak Israel namun Amerika mendukung tanpa syarat pada sebelum dan setelah perang Lebanon, faktanya dukungan ini tidak sejalan kepentingan Israel.

Tidak ada perbedaan antara Demokrat dan Republik dalam rapat senat mendukung Isreal dalam penyelesaian konflik Libanon.Amerika memberikan bantuan yang tidak tanggung-tanggung. Ketika perang berakhir pada 14 Agustus 2006, dalam perrang yang alot ini kedua belah pihak melakukan deklarasi kemenangan.

Inti konflik Libanon adalah memperumit masalah terorisme dengan memperuncing anti amerakanisme dalam dunia Arab dan dunia Islam, konflik Libanon juga memperuncing urusan Amerika dengan Suriah dan Iran. Konflik Libanon adalah sebuah kemunduran besare para lobi Israel dan hubungan akrab Amerika dan Israel.

· KESIMPULAN

Pertimbangan strategis dan moral terhadap Israel tidak dapat dibenarkan melalui analisa-analisa yang dikaji Mersheimer dan Walt. Dukungan yang sangat kuat dari Washington ke Yerusalem membuat konflik Isreal-Palestina yang tidak berujung, pengaruh lobi mengantar Amerika pada kondisi yang tidak bermanfaat bagi Amerika dan Israel terutama beberapa tahun kedepan.

Apa yang harus Amerika perbuat dalam mengembalikan situasi tersebut, Mersheimer dan Walt memberikan solusi bagi Amerika untuk diterapkan dalam strategi-streateginya, dengan pendekatan berbeda dalam memetakan lobi :

a. Identifikasi kepentingan Amerika dikawasan timur tengah

b. Menyusun road map strategi dalam kepentingan

c. Mengembangkan hubungan baru dengan Israel (offshore balancing)

d. Mengakhiri konflik Israel-Palestina dengan solusi dua negara

e. Mengubah lobi lebih kepada kekuatan yang konstruktif

Pengaruh lobi telah berakibat buruk bagi kedua negara, kepentingan Amerika dan kepentingan Israel saat ini tidak pernah identik lagi. Bagaimanapun, Mersheimer dan Walt percaya akan secercah harapan bagi Amerika, dengan jelasnya kebijakan-kebijakan yang keliru maka bangsa Amerika diberikan kesempatan untuk melakukan perenungan dan pembaruan.

Yang diperlukan saat ini bagi Amerika adalah sebuah diskusi yang tulus tetapi beradab tentang pengaruh lobi yang terjadi serta debat yang terbuka tentang kepentingan-kepentingan Amerika Serikat dikawasan vital tersebut. Kesejahteraan Israel merupakan salah satu kepentingan tersebut tetapi kehadirannya yang menjarah tanah pendudukan tidak sejalan dengan kepentingan Amerika. Debat terbuka dan liputan beragam dari media menurut keyakinan Mersheimer dan Walt akan mendorong Amerika Serikat yang sejalan dengan kepentingan nasionalnya dan kepentingan negara-negara dikawasan itu.

0 komentar:

Posting Komentar