Cari Blog Ini

kebijakan ameriaka terhadap terorisme dan lingkungan

Azmi Muharam (10808300006)
Hubungan Internasional VI B, FISIP, UIN Jakarta
Kebijakan AS, terhadap terorrisme
Istilah "terorisme" mulai digunakan pada akhir abad ke-18, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Banyak sarjana Hubungan Internasional yang telah memberikan definisi mengenai terorisme. James lee Ray mendefinisikan terorisme sebagai suatu istilah dalam politik yang merujuk pada politik kekerasan.
Sama halnya dengan definisi diatas, Kegley dan Witkof beranggapan bahwa terorisme sebagai ‘’premeditated politically motivated violence perpetrated against noncombatant targets by subnational groups or clandestine agents, usually intended to influence and audience”. Definisi ini selain menekankan aspek resistensi terhadap kekuasaan atau dominasi yang represif juga menyatakan bahwa aksi terorisme adalah kegiatan yang terencana dengan matang dan beroperasi secara rahasia di dalam suatu negara yang berdaulat.
Dari pengertian terorisme di atas, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa terorisme merupakan sekelompok orang dengan ideologi radikal yang memiliki tujuan yaitu menginginkan adanya perubahan secara menyeluruh baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Kegiatan terorisme ini merupakan kegiatan yang terencana dengan matang dan dilakukan dengan kekerasan.
Melalui pemahaman definisi ini, Amerika Serikat (AS) sebagai adikuasa di bidang ekonomi maupun politik dalam dunia globalisasi yang menurut Thomas Friedman dengan buku The World Is Flat telah mencapai globalisasi 3.0 telah membuat sebagian masyarakat dunia tertekan dan terpaksa melaksanakan terrorisme demi mencapai perubahan. Sesuai teori realisme aktor cenderung konflik, terlebih lagi AS dan kelompok terorisme memiliki kepentingan yang bertolak belakang.
Pengkajian terorisme hari ke hari menjadi pengkajian yang mampu menarik perhatian dunia, terutama pasca 11 september 2001 (911) saat tiga pesawat penerbangan komersil AS dibajak, dua diantarnya ditabrakan ke twin tower dari gedung world trade center (WTC) dan gedung pentagon. Kejadian ini telah menjadi starting point (titik anjak) masyarakat dunia yang dipimpin AS mendeklarasikan perang global melawan terorisme (global war against terrorism) yang dipimpin Al-Qaida.
Berdasarkan ensiklopedia online, wikipedia.com, terdapat berbagai jenis kebijakan melawan terorisme (counter terrorism):
• Pertama dilakukan secara konteks hukum, misalnya : UU Pencarian dan penyitaan yang diatur dengan Perubahan Keempat Konstitusi, UU USA PATRIOT Act setelah serangan 911, serta berbagai peraturan perundang undangan lain dan peraturan perintah eksekutif terkait, konsolidasi Departemen Keamanan Dalam Negeri dengan koordinasi anti-terorisme, serta respons nasional terhadap bencana alam dan kecelakaan serta UU The Posse comitatus (pembatasan militer terkait isu khusus).
• Kedua dilakukan secara kampanye Hak Asasi Manusia, misalnya : kampanye HAM yang dilakukan individu, NGO, Negara, regional dan internasional
• Ketiga dilakukan dengan netralisasai, dalam netralisasi dilakukan dua langkah yakni aksi pencegahan militer dan aksi pencegahan tanpa militer. Aksi pencegahan militer misalnya aksi yang dilakukan AS di Afganisatan dan aksi pencegahan tanpa militer dilakukan dengan ancaman seperti melakukan penguburan dengan kulit babi bagi tersangka teroris.
Menurut penulis, personil militer AS akan terus menjadi sasaran utama teroris untuk alasan yang sama di masa yang akan datang. Militer AS atas nama individu hingga aliansi NATO adalah lambang kekuasaan AS yang mendunia dengan peran intervensi atas nama kemanusiaan dan perdamaian. Meski tidak ada satu negarapun yang akan menantang AS pada perang konvensional akan tetapi teroris akan berupaya untuk menghancurkan simbol kekuatan itu.
Selain militer AS, yang telah ditandai dengan penyerangan pentagon, penyerangan WTC juga menjadi petunjuk bahwa lembaga pemerintah dan lembaga keuangan AS akan menjadi sasaran tambahan bagi teroris. Berdasar kenyataan ini maka dapat dipahami mengapa AS begitu semangat melaksanakan perang global melawan terorisme. Menurut penulis kebijakan AS menghadapi terorisme merupakan upaya yang mustahil tercapai bila AS tetap tidak memaksimalkan pencapaian common interest dalam bidang ekonomi maupun politik.








Azmi Muharam (108083000006)
Hubungan Internasional VI B, FISIP, UIN Jakarta
Kebijakan Ekonomi Politik AS, terhadap isu lingkungan
Hubungan internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan hubungan politik antar negara saja tetapi juga sejumlah subjek lainnya seperti interdependensi ekonomi, hak asasi manusia, perubahan transnasional, organisasi internasional, lingkungan hidup dan sebagainya. Isu lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional pada tahun 1970-an. Hal itu ditandai dengan diselenggarakannya konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Dua dasawarsa kemudian isu lingkungan kembali diangkat dalam konferensi PBB tentang lingkuangan hidup di Rio de Jainero, Brazil tahun 1992, yang sebelumnya diawali dengan Konferensi PBB mengenai perubahan iklim di dunia di Montreal, Kanadan tahun 1990.
Kepedulian terhadap lingkunagn hidup menjadi isu global karena :
1. Permasalahan lingkungan hidup ini selalu mempunyai efek global.
2. Isu lingkungan hidup menyangkut eksploitasi terhadap sumber daya global seperti lautan dan atmosfir.
3. Isu lingkungan hidup selalu nersifat transnasional
4. Banyak kegiatan eksploitasi atau degradasi lingkungan memilki skala lokal atau nasional dan dilakukan di banyak tempat di seluruh dunia sehingga dapat dianggap sebagai masalah global.
5. Proses yang menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan berhubungan dengan proses-proses politik dan sosial-ekonomi yang lebih luas yang termasuk dalam bagian ekonomi-politik global.
Dalam konteks hubungan internasional dikenal adanyan konsep international politics of the environment, yakni suatu proses dimana persetujuan antar negara mengenai isu lingkungan hidup dinegosiasikan, apakah degan cara menciptakan rezim maupun dengan cara menciptakan institusi internasional yang diperlukan. Lebih lanjut proses international politics of the environment meliputi :
1. Adanya proses perjanjian atau negosiasi mengenai lingkungan hidup yang dilakukan negara dan institusi
2. Adanya peraturan atau rezim yang dibuat untuk bekerjasama dalam bidang lingkungan hidup
3. Adanya konflik dari kekuatan politik yang penyelesaiannya tergantung dari keberhasilan interaksi para aktor dalam lingkungan hidup.
Kerjasama internasional dalam menangani isu lingkungan hidup global diarahkan untuk mencari kesepakatan ukuran-ukuran, patokan-patokan dan norma-norma internasional yang syah serta cara penerapannya. Pembuatan ukuran, patokan dan norma standar ini dibutuhkan untuk mendefinisakn prinsip umum penganangan kolektif dan membuat aturan serta proses yang tepat dalam dimensi lingkungan hidup.
Lebih lanjut, proses impelementasi rezim lingkungan hidup internasional nantinya akan merupakan suatu proses dimana anggota rezim harus mengumpulkan, menukar serta membahas informasi yang berkaitan dengan isu yang diangkat rezim pertukaran data dan informasi, analisis data, serta penilaian terhadap proses implementasi yang telah dilakukan oleh negara anggota.
Dari proses international politics of the environment dan kerjasama internasional inilah terjadi tarik ulur kepentingan antara negara, aktor non negara dan korporat, logikanya demi mencapai kepentingan ekonomi yang tinggi, para aktor enggan menyisihkan dana yang lebih besar untuk mengikuti ukuran, patokan dan norma yang membebaninya. Cukup sulit pada kenyataannya untuk mengorbankan kepentingan ekonomi demi kepentingan lingkungan hidup, minimal para aktor non negara dan korporat misalnya berusaha mengadakan Corporate Social Responsible (CSR) yang mampu lebih menguntungkan secara ekonomi.
Terlebih bagi negara industri seperti Amerika Serikat yang memimpin estapet adi kuasa dunia tidak ingin tersaingi oleh negara–negara semisal eropa barat, Jepang-Korea-India dan BRICS. Dalam protokol kyoto yang ramai diperdebatkan ilmuwan HI merupakan contoh nyata betapa sulitnya international politics of the environment dan kerjasama internasional didirikan di dunia global saat ini.

0 komentar:

Posting Komentar